Persepakbolaan Spanyol pasti tidak akan lepas dari 2 klub raksasanya yakni Real Madrid dan FC Barcelona. Satu membawa ideologi untuk merdeka dan menantang pemerintahan ibu kota sementara yang satunya menjadi ikon sebuah klub yang harus dihormati.
Tetapi ada satu klub yang ikonik dan sempat menjadi klub besar pada era 80-an, yakni Athletic Bilbao. Athletic Bilbao termasuk klub yang tidak pernah terdegradasi dari kasta utama La Liga bersama Real Madrid dan Barcelona.
Berbicara Athletic Bilbao maka tidak akan lepas dari yang namanya Basque Country.
Negara Basque merupakan komunitas otonom yang berada di utara Spanyol. Bosque country terdiri dari 3 provinsi yakni Biscay, Gipuzkoa dan Alava. Sejak ditemukan pada abad ke-14 oleh Diego Lopez V de Haro, Bilbao sudah menjadi kebanggaan orang Bilbao dan bentuk dari identitas Haro family, bukan hanya soal wisata, industri dan politiknya namun sepak bola adalah elemen yang tidak bisa lepas di sana.
Sama seperti Barcelona yang memiliki Catalunya sebagai komunitas otonom dan memiliki timnas sepakbola sendiri maka Athletic Bilbao juga memiliki timnas sepakbolanya sendiri yakni timnas Basque.
Basque Country sendiri memiliki setidaknya ada 4 klub profesional yang bermain di La Liga yakni Athletic Bilbao, CA Osasuna, Real Sociedad dan Deportivo Alves. Tentu saja nama klub yang cukup mentereng dan dikenal oleh penggemar sepak bola adalah Athletic Bilbao dan Real Sociedad. Nama-nama beken seperti Xabi Alonso, Griezmann, Nihat Kahveci pernah bermain untuk Real Sociedad sementara Fernando llorente, Javi martinez dan Ander Herrera pernah menjadi bagian dari Athletic Bilbao.
Bilbao sebagai kota terbesar di provinsi Biscay dan kota terbesar ke sepuluh di Spanyol memiliki jumlah penduduk kurang lebih 345.141 jiwa pada tahun 2015. Selain menjadi kota besar di Biscay, Bilbao juga menjadi daerah yang terkenal akan keseniannya bahkan dalam 25 tahun terakhir, Bilbao adalah ‘ibu’ dari kesenian di Spanyol. Sebut saja Guggenheim Museum, The Casco Viejo dan berbagai macam objek wisata kesenian lainnya.
Selain dari dua wisata tersebut, tentu sebagai komunitas otonom yang fanatik terhadap sepak bola, maka nama San Mames Stadium tidak bisa di lupakan begitu saja. San Mames sendiri itu memiliki dua versi, yang pertama Old San Mames dan San Mames Barbaria.
Old San Mames didirikan pada tahun 1913 dan memiliki kapasitas 40.000 ribu penonton. Stadion yang pernah menjadi tempat perhelatan piala dunia tahun 1982 itu sekarang sudah tidak dipakai lagi karena dianggap sudah 'cukup banyak perannya' untuk klub sehingga presiden klub Bilbao, Fernando García Macua mengusulkan pemindahan ke stadion baru, San Mames Barbaria.
San Mames Barbaria merupakan stadion yang diresmikan pada tahun 2013 walaupun pembangunanya sudah di galakan pada tahun 2006 dengan biaya 178 juta Euro. Kandang dari klub berjuluk 'Zuri-Gorrika' itu memiliki daya tampung penonton sekitar 53.298 ribu dan dilengkapi dengan sistem pencahayaan yang sama canggihnya dengan Allianz Arena, yang mana diketahui bersama bahwa Allianz Arena merupakan stadion yang terkenal akan kecanggihan teknologinya.
Hal yang menarik lagi soal Atheltic Bilbao adalah mengenai kebijakan transfer yang dibuat oleh klub. Pemain yang boleh berseragam Bilbao hanyalah pemain yang memiliki keturunan darah orang Basque, baik itu ia lahir disana atau pun punya nenek buyut orang Basque serta kekuatan ‘darah’ tersebut harus kuat, jika lemah maka klub tidak akan merekrut pemain tersebut sekalipun itu Lionel Messi. Selain itu jika ada pemain yang pernah menimba ilmu di akademi Bilbao maka juga akan dipertimbangkan.
Penerapan kebijakan transfer tersebut sudah ada sejak tahun 1912 dan kebijakan tersebut adalah sebuah unwritten rule, dimana yang menentukan kebijakan tersebut adalah presiden klub, pelatih hingga suporter (masyarakat Bilbao). Kalau masih ingat dengan kasus Tommy Oar, pemain yang pernah berseragam FC Ultrecht itu hampir saja bergabung dengan Bilbao. Tetapi semua batal karena kekuatan ‘darah’ dari nenek Tommy tidak kuat sehingga Athletic Bilbao mengurungkan niat mereka untuk merekrut pemain berpaspor Australia tersebut.
Selain itu Dieogo Forlan juga hampir bergabung dengan Bilbao pada tahun 2004 karena memiliki darah Basque dari neneknya tetapi gagal karena Forlan muda tidak pernah menimba ilmu sepak bola di sana (Basque).
Dalam sisi yang berbeda, kasus Diego Forlan sebenarnya menunjukan bahwa kebijakan transfer Athletic Bilbao tidak melulu soal apakah bermain tersebut memiliki ‘darah’ Basque tetapi ada setidaknya pertimbangan lainnya seperti apakah pemain tersebut lahir di Basque? kemudian kedekatan diplomatis dengan negara lain misalnya pemain yang berasal Prancis dan terakhir apakah pemain tersebut sejak kecil sudah berada di Basque?
Kita ambil contoh misalnya Aymeric Laporte (kini sudah menjadi warga Spanyol), pemain berpaspor Prancis tersebut adalah lulusan akademi muda Bilbao tahun 2012 dan sudah menembus skuat utama sejak tahun 2013 bahkan sekarang menjadi salah satu bek termahal di dunia sejak bergabung dengan Manchester city. Hal menarik dari Laporte sendiri adalah dirinya tetap dianggap sebagai pemain asing (sebelum menjadi warga Spanyol) dan menjadi perdebatan di kalangan supporter mereka.
Kendati demikian, seperti yang ditulis sebelumnya Prancis secara diplomatis memiliki kedekatan emosional dengan Basque berdasarkan sejarah ditambah Laporte sejak muda sudah menimba ilmu di Athletic Bilbao Cantera (akademi pemain muda bilbao) sehingga keberadaan Laporte di klub 'Putih Merah' tersebut bukanlah masalah besar selama pertimbangan lainnya memenuhi syarat walaupun pemain dengan garis keturunan yang kuat lebih diutamakan.
Dalam pandangan modernis sepakbola eropa, Athletic Bilbao dianggap sebagai klub yang sangat konservatif dan’ keras kepala’, alasannya karena di era 5.0 ini banyak klub yang berusaha membuang idealisme kedaerahannya sebagai bentuk persamaan hak sesama manusia dengan banyak membeli pemain dari luar daerahnya terlepas dari tujuan utamanya yakni untuk mencapai target serta torfi.
Kita lihat saja klub-klub Liga Premier yang banyak menggunakan jasa non Inggris dan bahkan sekelas Barcelona dan Real Madrid juga banyak memiliki pemain asing di dalam timnya. Bilbao yang memiliki kebijakan transfer ‘tak tertulis’ tersebut dianggap klub yang berpikiran tertutup tidak mau melihat prospek investasi ke depannya.
Meski begitu Bilbao adalah klub yang mampu bertahan di La Liga hingga saat ini dengan kebijakan yang konservatifnya tersebut. Bahkan pada tahun 2018 Bilbao adalah klub yang memiliki sumber pengeluaran paling sedikit yakni 47 juta Euro dan pemasukan yang lumayan sekitar 72 juta Euro. Bisa dikatakan juga Bilbao adalah klub yang paling sehat secara finansial di Spanyol dengan kebijakannya tersebut bahkan berita soal finansial klub tersebut sangat jarang terdengar apalagi soal kebangkrutan.
Salah satu alasan kenapa klub tersebut mampu bersaing di Eropa dengan industri transfer yang 'semakin gila’ adalah manajemen akademi yang baik. Pemain muda Bilbao sejak umur 15 tahun sudah diberikan jam terbang yang sama seperti seniornya tetapi hanya beda kompetisi.
Pemain jebolan Bilbao Cantera diantaranya Kepa Arrizabalaga, Javi Martinez, Aymeric Laporte, Fernando Llorente hingga Iker Muniain. Semua pemain tersebut merupakan produk akademi Bilbao yang mendunia.
Tetapi muncul sebuah pertanyaan, kenapa Athletic Bilbao sangat ketat soal perekrutan pemain/transfer pemain?
Jawaban kenapa mereka sangat ketat soal transfer pemain karena rasa nasional Basque mereka sangat tinggi. Mereka (orang bilbao) ingin produk pemain lokal mereka bisa menjadi bintang di lapangan hijau dan salah satu cara mereka adalah dengan menerapkan kebijakan yang dibahas di atas sehingga bisa mengangkat nama Bilbao sebagai klub yang perlu diperhitungkan di kompetisi Spanyol selain Real Madrid dan Barcelona.
Walaupun begitu kebijakan Bilbao dianggap sangat diskriminasi untuk sebuah pergelaran olahraga bahkan Bilbao dan penggemarnya memiliki sebuah motto yakni "Con cantera y afición, no hace falta importación" yang artinya “dengan bakat lokal dan dukungan lokal, kamu tidak perlu orang asing”.
Tetapi terlepas soal pandangan bahwa Bilbao sangat diskriminatif dan konservatif faktanya klub tersebut termasuk klub yang sukses dan mampu bersaing bersama Los Blancos dan Blaugarana sejak awal pendirian La Liga hingga sekarang. Terhitung mereka mampu menjurai La Liga sebanyak 8 kali, Copa del Rey sebanyak 23 kali dan Piala Super Spanyol sebanyak 3 kali.
Dan mereka selama kurang lebih 2 abad ini Bilbao mampu menunjukan bahwa kalimat moto mereka yang terkesan diskriminasi itu bisa menghasilkan pemain-pemain hebat seperti Javi Martinez, Ander Herrera, Laporte, Bixente Lizarazu dan pemain lainnya.
Secara luas Bilbao memiliki kontribusi terhadap persepakbolaan eropa dan dengan adanya pemain-pemain tersebut kita bisa menonton pertandingan yang menarik dan disuguhkan oleh skill pemain-pemain tersebut.
Secara khusus mereka bukan klub yang hanya besar ‘bual’ saja, mereka mampu menunjukan bahwa transfer pemain yang mahal tidak melulu menentukan kesuksesan sebuah klub.
Dengan pemain lokal yang ada dan pembinaan pemain muda yang baik mereka bisa meraup keuntungan setiap musimnya dengan menjual pemain lokal mereka dan secara spesifik lagi mereka bisa memberikan pemain orbitanya kepada timnas Spanyol secara cuma-cuma.