Dunia internasional sedang dikejutkan dengan suatu peristiwa yang cukup menghebohkan. Peristiwa ini yaitu konflik yang melibatkan saudara lama yaitu Rusia dan Ukraina. Konflik ini bermula saat Rusia melakukan invasi ke Ukraina pada Kamis, 24 Februari 2022. 

Konflik ini merupakan kepanjangan dari konflik-konflik yang pernah terjadi antara kedua negara tersebut. Sebelumnya kedua negara ini juga pernah terlibat konflik pada saat Rusia menganeksasi Crimea tahun 2014 lalu. 

Dalam konflik sekarang ini masalah lebih kompleks karena tidak hanya disebabkan oleh internal kedua negara, tetapi juga pengaruh eksternal yang mengitari konflik tersebut. 

Konflik yang terjadi antara Rusia-Ukraina mendapatkan respon yang bermacam-macam dari dunia internasional. Banyak yang mendukung Ukraina dalam konflik ini, khususnya Amerika dan NATO yang mengecam keras aksi yang dilakukan oleh Rusia dan menganggap bahwa tindakan tersebut telah melanggar HAM, kedaulatan, dan mengancam keamanan global. Amerika dan NATO bahkan mengambil sikap tegas yaitu dengan embargo migas Rusia dan memberikan bantuan senjata kepada Ukraina. 

Disamping mayoritas negara di dunia yang mengecam Invasi Rusia, ada beberapa negara yang bersikap netral dan ada juga yang mendukung invasi yang dilakukan Rusia tersebut. China misalnya, menganggap bahwa aksi yang dilakukan Rusia tersebut tidak termasuk invasi, namun tetap mendukung penyelesaian secara damai. 

Kemudian ada Iran yang menyebutkan bahwa tindakan yang dilakukan Rusia sudah benar untuk melindungi kedaulatannya, dan menambahkan bahwa eskalasi konflik yang terjadi akibat dari provokasi NATO. Lalu ada Belarus yang secara jelas mendukung penuh invasi yang dilakukan Rusia dengan mengirimkan angkatan bersenjatanya untuk membantu Rusia. 

Indonesia sebagai negara yang aktif dalam urusan kemanusiaan dan perdamaian juga tidak ketinggalan untuk memberikan responnya terhadap konflik ini. Indonesia mengecam aksi yang dilakukan oleh Rusia karena melanggar kemanusiaan dan mengancam perdamaian serta menekankan agar resolusi damai segera dilakukan. 

Indonesia menggunakan prinsip politik luar negeri bebas aktifnya dalam menanggapi konflik Rusia-Ukraina ini. Prinsip bebas aktif tidak serta merta hanya bersikap netral, namun juga harus terlibat aktif dalam penyelesaian krisis dan isu internasional. 

Sikap yang ditunjukkan Indonesia dalam konflik ini sesuai dengan kepentingan nasional Indonesia, dimana kepentingan nasional merupakan konsep utama dalam hubungan internasional. Kepentingan nasional sendiri mencangkup tujuan-tujuan yang ingin dicapai atau dicita-citakan sehubungan dengan kebutuhan negara. 

Kebijakan yang diambil Indonesia dalam menanggapi Rusia-Ukraina ini didasarkan pada kepentingan nasional Indonesia yang tercantum pada pembukaan UUD 1945 alinea IV bagian terakhir, yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Dalam prinsip bebas aktif sendiri terdapat dua aspek, yaitu ofensif dan defensif. Aspek ofensif meliputi cara dalam mencapai tujuan serta mengkalkulasikan keuntungan dan kerugian yang akan didapatkan dari suatu kebijakan. Sedangkan aspek defensif meliputi cara untuk pencegahan dari ancaman negara lain terhadap kepentingan suatu negara, serta menjadi suatu rencana ketika pencegahan yang dilakukan gagal. 

Sikap ofensif ditunjukkan Indonesia dengan memberikan bantuan kemanusiaan kepada korban konflik dan mendorong dilaksanakannya resolusi damai, baik melalui forum internasional maupun privat. 

Sikap defensif ditunjukkan Indonesia dengan bersikap netral dan tidak mengintervensi konflik selain dalam hal kemanusiaan. Sikap yang diambil Indonesia ini bertujuan agar kepentingan nasional Indonesia tidak diganggu oleh pihak-pihak yang berkonflik. 

Prinsip bebas aktif sudah digunakan sejak awal kemerdekaan untuk membantu Indonesia dalam menjalin hubungan dengan negara lain secara leluasa tanpa memperhatikan paham dan ideologinya. 

Terlebih dengan sifat politik luar negeri yang bebas aktif, memungkinkan Indonesia bersikap tegas tegas dalam menyikapi isu ini. Indonesia secara tegas menyatakan sikapnya kepada kedua negara tersebut untuk bertanggung jawab terhadap krisis pangan yang disebabkan oleh arus perdagangan internasional yang terhambat, serta meminta untuk dilakukannya de-eskalasi konflik.

Keseriusan Indonesia sebagai aktor perdamaian dunia ditunjukkan melalui kunjungan Jokowi ke Rusia dan Ukraina. Kunjungan tersebut bertujuan untuk membawa misi perdamaian melalui operasionalisasi kegiatan perekonomian di kedua negara, yakni ekspor, seperti gandum, pupuk, dan gas alam. 

Upaya ini dilakukan agar terciptanya kembali kestabilan ekonomi akibat konflik yang terjadi, terutama pada negara-negara berkembang maupun miskin. 

Kunjungan ini juga untuk merangsang terjadinya resolusi damai. Selain itu, pada kunjungan itu Indonesia juga menyatakan siap untuk menjadi mediator dalam penyelesaian konflik kedua negara tersebut. 

Upaya-upaya tersebut memperlihatkan pengimplementasian konsep kebijakan luar negeri Indonesia berdasarkan Politik Luar Negeri sebagaimana tercantum dalam Undang- Undang Nomor 37 tahun 1999.

Rusia dan Ukraina memiliki hubungan bilateral yang baik dengan Indonesia. Hal ini terlihat dari berbagai kerjasama yang telah dijalankan oleh Indonesia dengan kedua negara tersebut. 

Hubungan bilateral antara Indonesia dan Ukraina terdiri dari berbagai aspek yaitu politik, ekonomi, pertahanan dan keamanan, serta sosial dan budaya. Oleh karena itu, menjaga hubungan baik dengan kedua negara tersebut menjadi sangat penting. 

Namun, Indonesia juga tidak boleh lupa dengan kepentingan nasionalnya untuk mewujudkan perdamaian dunia. Maka dari itu, Indonesia tidak ambil diam dalam konflik ini dengan mengambil sikap bebas aktif dalam konflik yang melibatkan kedua negara tersebut. 

Maka sesuai dengan prinsipnya dalam menanggapi isu internasional, Indonesia tidak berpihak kepada pihak manapun dan aktif dalam upaya kemanusiaan dan resolusi damai agar konflik ini dapat segera terselesaikan.