Perekonomian dunia telah memasuki era revolusi industri 4.0. Era ini merujuk pada sebuah tren penggunaan teknologi mesin otomatisasi yang terhubung dengan jaringan internet. Integrasi teknologi komunikasi dan informasi juga merambah pada berbagai bidang, seperti transportasi, bisnis, kesehatan, akomodasi, hiburan, dan sebagainya. Tujuan pengaplikasian konsep industri 4.0 adalah peningkatan pendapatan, penghematan biaya, serta efisiensi operasional.

Indonesia tidak ingin tertinggal dalam memasuki era revolusi industri 4.0. Pemerintah Indonesia sedang gencar-gencarnya melakukan persiapan untuk menyongsong era ini. Di sela-sela World Economic Forum 2017,  Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto menyatakan bahwa Indonesia menyiapkan empat langkah strategis untuk mengimplementasikan industri 4.0. Salah satunya adalah pengembangan startup dan memfasilitasi tempat inkubasi bisnis untuk menciptakan iklim bisnis yang terdigitalisasi.

Pengembangan startup sangat tepat dipilih sebagai langkah strategis menuju revolusi industri 4.0. Pasalnya, startup adalah bisnis rintisan yang fokus mengatasi masalah-masalah yang terjadi di lingkungan sekitar dengan pendekatan teknologi. Beberapa startup asal Indonesia yang terbilang sukses dalam pengimplementasian teknologi pada bisnisnya adalah Gojek, Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, dan masih banyak lagi. Tentunya, akselerasi perkembangan startup di Indonesia akan berdampak pada kesiapan negeri ini memasuki revolusi industri 4.0.

Berdasarkan judul di atas, lantas apa hubungan aktivitas membaca dengan revolusi industri 4.0?

Aktivitas membaca tentu bermakna luas, tidak hanya sekedar menatap buku saja. Manusia perlu membaca hal-hal yang memiliki makna tersirat, seperti kondisi zaman, permasalahan di berbagai sektor, perkembangan teknologi, dan sebagainya. Hal ini dapat melatih ketajaman analisis dalam melihat kondisi dan permasalahan di Indonesia.

Dengan membaca kondisi dan permasalahan di lingkungan sekitar, para pemuda dapat memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan dengan teknologi digital. Salah satu contoh pemuda yang menerapkan prinsip ini adalah Muhammad Alfatih Timur. Pemuda berusia 27 tahun ini mendirikan Kitabisa.com, sebuah platform kotak amal online  terpercaya yang menggalang dana kemanusiaan dari masyarakat Indonesia.

Pada sebuah talkshow di salah satu stasiun TV nasional, Muhammad Alfatih Timur ‘curhat’ soal keresahannya sebagai penggalang dana saat masih mahasiswa, tentunya sebelum mendirikan Kitabisa.com.

Kita sering galang dana pake kotak amal. Kendalanya ada dua. Pertama, gak efektif karena kita harus keliling dan dana yang terkumpul sedikit. Yang kedua, kadang orang suka gak percaya. Ya, namanya mahasiswa ya. Kalo galang dana ini beneran buat sosial atau buat bayar kos-an.” –Muhammad Alfatih Timur

Timmy, sapaan akrabnya, membaca dua permasalahan bantuan sosial di Indonesia, yakni minimnya rasa percaya donatur kepada pihak penyalur donasi dan sulitnya akses donatur untuk memberikan donasinya jika tidak ada kotak amal online. Berangkat dari dua hasil ‘bacaan’ tersebut, Muhammad Alfatih Timur pun mendirikan startup Kitabisa.com.

Selain Muhammad Alfatih Timur, ada Achmad Zaky yang juga membaca masalah di sektor perekonomian UMKM. Dari hasil pengamatannya, Zaky menyimpulkan bahwa sebenarnya produk dan layanan UMKM tidak kalah kualitasnya dengan perusahaan skala besar. Namun, pemasaran produklah yang menjadi kendala utama UMKM untuk melebarkan bisnisnya. Dari hasil bacaan inilah, Zaky mendirikan Bukalapak.com, sebuah startup online market yang mampu memasarkan produk UMKM dari dan ke seantero negeri ini.

Kisah Muhammad Alfatih Timur dan Achmad Zacky di atas tentu dapat memberikan motivasi bagi pemuda untuk terus membaca permasalahan dan mencari solusinya dengan pendekatan teknologi.

Sebagai penutup, berikut ini puisi Wiji Thukul yang lumayan terkait dengan topik pembahasan kali ini.

Di bawah selimut kedamaian palsu

apa gunanya ilmu

kalau hanya untuk mengibuli

apa guna baca buku

kalau mulut kau bungkam melulu

di mana-mana moncong senjata

berdiri gagah

kongkalikong

dengan kaum cukong

di desa-desa

rakyat dipaksa

menjual tanah

tapi, tapi, tapi, tapi

dengan harga murah

apa guna baca buku

kalau mulut kau bungkam melulu

Meskipun kata-katanya sederhana, puisi ini punya makna yang mendalam dan menyentil. Puisi ini seolah berkata “Jangan hanya diam membaca buku dan tidak melakukan apa-apa setelahnya, saat kondisi masyarakat terbelenggu di luar sana. Meskipun kau merasakan kedamaian, itu hanyalah kedamaian yang palsu.”

Membaca buku tentu amat sangat bagus dan keren dan bermanfaat, tapi jangan berhenti di hanya sebatas membaca. Justru, membaca adalah awal bagi kita untuk melihat dunia, negeri, dan masyarakat dengan kondisinya yang sebenar-benarnya, to see the world as it is.

Setelah membaca, silahkan berkontribusi untuk menangani masalah yang ada. Pada akhirnya, pemuda perlu menyadari bahwa aktivitas membaca sangatlah penting, baik membaca hal-hal tersurat maupun tersirat. Dengan membaca, pemuda dapat memperoleh informasi yang bermanfaat, menganalisis permasalahan, dan memberikan solusi nyata. Di kemudian hari, hasil membaca tersebut akan berbuah kebermanfaatan bagi umat dan negeri ini.

Selamat membaca teruntuk teman-teman dan diri saya sendiri. Semoga setelah membaca banyak hal, kita dapat berkontribusi untuk negeri ini di era revolusi industri 4.0. Kita punya jalan yang berbeda-beda untuk menangani masalah di Indonesia. Tangani masalah pendidikan dengan teknologi (edtech), masalah kesehatan dengan teknologi (health-tech), masalah ekonomi dengan teknologi, dll, seraya berkata dalam hati “inilah jalan ninjaku”.

Ganbatte Kudasai, Keep Spirit , Semangat!!!