Aku tidak ingin menjadi pegawai negeri. Bukan bujukan atau pula argumen-argumen yang “serius” memberi kesan pada ketekunanku. Aku tidak ingin menjadi pegawai negeri, tidak, dan sekali lagi tidak. - Adolf Hitler (1989-1945)

Siapa yang tidak kenal dengan sosok Adolf Hitler, pemicu utama terjadinya Perang Dunia II, sang diktator Jerman, Pemimpin Partai Buruh Nasional-Sosialis Jerman (NSDAP) yang berlambang Swastika, atau dikenal dengan Partai NAZI?

Sejarah telah mencatat, bahwa Perang Dunia II adalah sebuah perang global dan perang terluas yang berlangsung mulai tahun 1939 sampai 1945, yang melibatkan lebih dari 100 juta orang di berbagai pasukan militer.

Dalam keadaan “perang total”, Perang Dunia II ditandai dengan sejumlah peristiwa penting yang melibatkan kematian massal warga sipil, termasuk Holocaust dan pemakaian senjata nuklir, sehingga memakan korban jiwa sebanyak 50 juta sampai 70 juta jiwa. 

Sejarawan mencatat, jumlah kematian ini menjadikan Perang Dunia II sebagai konflik paling mematikan sepanjang sejarah umat manusia.

Beberapa ahli sejarah sepakat bahwa Perang Dunia II disebabkan penyelesaian Perang Dunia I yang dianggap tak memuaskan. Perjanjian Versailles 1919 mungkin jadi latar belakang. Namun pemicu utama Perang Dunia II diyakini adalah “sosok paling antagonis” dalam sejarah, yaitu Adolf Hitler, sang Fuhrer und Reichskanzler.

Pada saat karier Hitler melonjak menjadi kanselir, dan pada saat Presiden Paul Von Hindenburg meninggal, Hitler pun mengangkat dirinya sebagai Fuhrer atau komandan tertinggi paramiliter Nazi. Saat berkuasa, Hitler mengecam Perjanjian Versailles, dan menyebutnya tidak adil.

Dan yang menjadi penyebab langsung Perang Dunia II adalah invasi Jerman di bawah pimpinan Hitler atas Polandia Pada 1 September 1939. Peristiwa itu pun diakui oleh Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier, dan pada 1 september 2019 meminta maaf kepada Polandia, karena Negaranya telah memicu Perang Dunia II 80 Tahun yang lalu.

Adolf Hitler Menolak Menjadi Pegawai Negeri

Pada tahun 1923, Hitler pernah melancarkan Kudeta di Munich yang dikenal dengan dengan peristiwa Beer Hall Putsch. Akan tetapi, kudeta ini tidak berlangsung mulus alias gagal, dan Hitler dijebloskan ke penjara. 

Dalam penjara inilah Hitler menulis buku memoarnya, Mein Kampf, dalam versi terjemahannya Perjuanganku. Di mana buku ini sempat menjadi Kitab Suci yang berisi kredo bagi Jerman di masa Nazi.

Dalam memoar yang ditulis sendiri oleh Hitler tersebut, beliau menceritakan bahwa ayahnya adalah seorang pegawai negeri, yang juga memaksakan Hitler agar mau menuruti langkahnya sebagai pegawai negeri. Akan tetapi, Hitler muda pada saat itu menolak keinginan ayahnya.

Main Kamp yang diterjemahkan oleh R.W Sinaga, bahwa Hitler menjelaskan:

Kemudian ketika baru berumur sebelas tahun, aku dipaksa bertentangan dengan ayah untuk pertama kalinya dalam hidupku. Keras dan memaksa seperti yang ditegaskan ayahku dalam rencana dan niatnya (memaksa Hitler untuk menjadi pegawai negeri), sementara anak lelakinya sama kuat dan keras kepalanya dalam menolak gagasan yang sama sekali tidak menarik baginya, atau sangat kecil.

Hitler muda yang baru menginjak usia sebelas tahun telah konsisten dalam menentukan masa depannya sendiri. Ia menolak menjadi pegawai negeri karena mengangap bahwa berprofesi sebagai pegawai negeri tidak menarik atau hanya pekerjaan yang sangat kecil.

Anak muda awal Abad ke-19, yang baru menginjak usia sebelas tahun, telah berpikir jauh tentang masa depannya sendiri, berbanding jauh dengan anak muda Indonesia zaman sekarang yang bahkan katanya sudah masuk babak akhir zaman, ternyata masih saja berlomba keras untuk menjadi pegawai negeri. 

Hitler tentu tidak tertarik dengan godaan gaji PNS Golongan Va sampai Ia, beserta dengan fasilitas dan jaminan masa tua yang didapatkan.

Dengan tegas Hitler menjelaskan:

Aku tidak ingin menjadi pegawai negeri. Bukan bujukan atau pula argumen-argumen yang “serius” memberi kesan pada ketekunanku. Aku tidak ingin menjadi pegawai negeri, tidak, dan sekali lagi tidak. 

Semua usaha ayahku untuk membangkitkan cinta dan kesenangannya pada profesi ini dengan cerita-cerita kehidupan sendiri menghasilkan hal yang berseberangan. Aku muak dan jenuh untuk memikirkan duduk di sebuah kantor, kehilangan kebebasanku; berhenti menjadi tuan untuk waktuku sendiri dan didorong untuk memaksakan isi seluruh hidupku ke dalam kertas-kertas kosong yang harus diisi.

Kehebatan pikiran dari anak muda belasan tahun ini ternyata memang menunjukkan bakat tersendiri dalam dirinya, yang di kemudian hari ia tercatat menjadi salah satu pemimpin besar dalam sejarah dunia. Hitler muda ingin menguasai waktunya sendiri. Ia tidak ingin kehilangan kebebasan karena dipaksa duduk di kantor sekitar 8 jam dalam sehari.

Hitler tidak mau menulis, ataupun berbicara sesuai yang diperintahkan orang lain kepada dirinya. Tampaknya Hitler tidak ingin kehilangan kesempatan menikmati hidupnya karena diperintah oleh orang lain, barangkali dia sadar bahwa kehidupannya dibatasi oleh waktu, dan ia ingin berkuasa atas waktu yang diberikan kepadanya, tanpa pikiran, ucapan, aturan dari orang lain yang membelenggunya.

Andai Hitler mengikuti keinginan ayahnya, maka ia tidak akan mungkin mendapatkan penghargaan atas keberaniannya di Perang Dunia I, menjadi pemimpin Nazi, menjadi Kanselir, kemudian digabungkan perannya dengan Presiden menjadi Fuhrer atau pemimpin Jerman.

Sekiranya Hitler muda mengikuti antrean panjang untuk mengikuti pendaftaran Calon Pegawai Negeri, dan kemudian diterima sebagai pegawai negeri, maka Hitler tidak akan tercatat dalam sejarah atas keberhasilannya memajukan ekonomi Jerman yang porak-poranda pasca-Perang Dunia I, dan mendorong industri Jerman, seperti otomotif rakyat Jerman atau Volkswagen.

Jika Hitler menghabiskan masa depannya menjadi seorang pegawai negeri, maka invasi Hitler ke Polandia mustahil terjadi, karena ia akan sibuk membuat laporan dan harus tunduk kepada manusia lain yang menjadi atasannya, dan ia pun tidak punya kesempatan untuk memicu terjadinya Perang Dunia II.

Misi Suci Pegawai Negeri

Pegawai negeri adalah pegawai yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya. Di Indonesia dikenal dengan istilah Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Untuk menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil, warga Negara Indonesia harus melewati berbagai tahap penyeleksian. Sehingga mereka yang ditetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil adalah orang-orang yang benar-benar memiliki kemampuan atau kapabilitas yang dibutuhkan dalam membangun negara.

Pegawai Negeri Sipil adalah orang yang dipilih untuk mengemban misi suci dalam mewujudkan pembangunan negara ke arah yang lebih baik. Karena Pegawai Negeri Sipil, dalam menjalankan tugasnya, baik secara fungsional maupun pelaksanaan kebijakan tertentu dalam wilayah administratif, jelas merupakan profesi yang menempati posisi vertikal-hierarkis dalam kebijakan negara.

Menjadi Pegawai Negeri Sipil, artinya mengemban tugas suci melalui sebuah pengabdian pada negara. Menjadi Pegawai Negeri, artinya tekah mewakafkan diri kepada negara demi mewujudkan cita-cita negara untuk menciptakan kesejahteraan sosial bagi segenap warga masyarakat.

Idealnya, orang-orang yang menjadi Pegawai Negeri adalah orang-orang yang sudah selesai dengan urusan kebutuhan hidup mereka. Jika profesi Pegawai Negeri dijadikan alternatif pekerjaan, dalam arti untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, atau malah jadi ajang kesempatan untuk memperkaya diri, maka selayaknya profesi tersebut mesti ditinggalkan. 

Karena mustahil seorang PNS yang hanya memiliki latar belakang pekerjaan sebagai Aparat Negara bisa menjadi seorang yang kaya raya melebihi APBN yang telah dialokasikan kepada Intansi tempat ia bekerja.

Jika motif menjadi Pegawai Negeri Sipil adalah untuk meraih kehormatan, maka pilihan itu sudah tepat. Karena PNS adalah abdi negara. Artinya, sebagai abdi negara sudah sangat layak dihormati, karena sudah mewakafkan diri demi kepentingan urusan orang banyak. 

Akan tetapim jika motifnya adalah untuk mengakumulasikan kekayaan yang berlimpah ruah, maka PNS adalah pilihan yang salah.

Jadi, pada bulan November ini, Indonesia telah resmi membuka kesempatan untuk orang-orang yang mau mewakafkan dirinya kepada negara untuk menjadi PNS. Seyogianya seleksi penerimaan CPNS ini harus diikuti oleh orang-orang yang memiliki visi pengabdian kepada negara. Agar mereka yang kelak diterima sebagai PNS mampu menjadi akselerator dalam pencapaian cita-cita negara.

Secara pribadi, penulis merasa belum mampu menjadi seorang yang diberikan tugas suci sebagai PNS, bukan bermaksud ingin meniru Adolf Hitler, akan tetapi penulis merasa ada alternatif lain untuk mengabdikan diri kepada negara tanpa menjadi PNS, yang sekaligus tidak menghalangi keinginan agar mampu memahami dan menguasai sejarah secara maksimal.