Berawal dari kisah perjalanan anak remaja. Bingung menentukan arah tujuan kemana mereka akan melangkah. Pikirannya merobek segala hasrat apa yang ingin mereka rencanakan.
Kisah ini diambil dari sebuah realita, perjalanan anak kos. Seusai mereka menjalankan aktifitas disiang hari, untuk menggugurkan kewajibannya sebagai pelajar. Mereka menjalankan pendidikan dengan rasa hampa, karna mereka bingung untuk kedepannya seperti apa.
Angan-angan saja yang mereka pikirkan. Namun, sangat sulit untuk dilaksanakan. Maklumlah namanya juga baru anak remaja, yang masih bergelut dengan bangku pendidikan SMA.
Disiang hari mereka melakukan seperti itu. Namun, dimalam hari mereka melakukan hal yang sudah keluar dari konsep kehidupan sebagi siswa.
Matahari telah terbenam, dan bulan menggantikan posisi matahari untuk saat ini, ketika siang sudah tergantikan oleh malam. 4 sekawan mejalani kehidupannya tanpa ditemani ayah ataupun bunda, yang selalu dalam dekapan hangat kedua orang tua. Mereka hidup mandiri, segala aktifitas mereka lakukan sendiri.
Malam menemani mereka. Pikiran dibenak mereka bermacam-macam beda tapi satu inti. Kesenangan lah yang mereka inginkan, secangkir kopi dan sahabat-sahabat berkumpul, untuk berbincang-bincang. Terkedang pikiran dewasa mereka bermain, tapi terkadang pula pikiran mereka seperti anak kecil, tapi itu hanya kadang-kadang saja.
Disaat mereka berkumpul mereka berfikir. Apakah aktifitas yang mereka lakukan dimalam hari dipandang warga hanya kenegatifan saja. Padahal disisi lain mereka melakukan aktifitas yang berdampak positif.
Tak jarang mereka melakukan, kegiatan yang menguntungkan. Bukan hanya menguntungkan dirinya sendiri, dampak terhadap masyarakat juga positif. Malah diapresiasikan banyak warga, tapi tetap saja ada warga yang memandang negatif. Yang dilakukan mereka tak baik, apa lagi mereka masih anak-anak SMA.
Kegiatan yang sering mereka lakukan seperti halnya, menjaga desa atau sering disebut orang SISKAMLING, selain hal itu mereka juga bekerja dimalam hari, sebenarnya itu sangat ironis sekali. Tapi gimana lagi namanya juga kehidupan, mau nggak mau mereka harus terjun juga, karna itu penyambung hidup mereka.
Demi mendapatkan sebatang rokok dan untuk membayar segala registrasi pembayaran sekolahnya. Ironis sekali hidup ini, terkadang mereka mendapatkan pikiran yang sangat picik, terjerumus didalam kesesatan otak, yang mengakibatkan nama baik tercontreng hitam dimata masyarakat.
Mereka masih sekolah, mengapa mereka melakukan hal semacam itu, kemana kedua orang tua mereka. Apakah tidak memperdulikan anak-anaknya.? Bukan... Bukan karna orang tuanya sudah lepas tangan begitu saja, lepas tanggung jawab sebagai orang tua. Namun, mereka berfikir bagaimana kehidupan ini tak menyusahkan kedua orang tua mereka.
Nah itu lah, yang saya maksud pikiran radikal mereka. Kritis sekali dalam mehami kehidupan ini, sampai sampai mereka tak mau mengambil hal negatif semacam itu tidak mau merugikan kedua orang tua mereka.
Kehidupan mengarumi ikatan hati yang mendalam. Mengikuti isi hati dan pikiran yang menjadi sebuah konsep kehidupan. Kritis, radikal, rasional itu sangat penting dalam kehidupan ini.
Satu demi mereka lihat, mana yang menguntungkan mana yang merugikan. Karna, mereka tak mau terjerumus dalam lubang kehidupan. Mereka percaya, bahwasannya kehidupan dikelak nanti akan menghaslkan kesuksesan mereka. Walaupun harus terpisah dari sahabatnya.
Perpisahan mereka bukanlah hal yang sangat merugikan, itu akan menimbulkan kesuksesan, karna mereka tak akan selamanya berjalan bersama, ada kalanya mereka harus berpisah dalam pahitnya kehidupan.
Manjadda wajadda kullu atin toyyibun la yang menjadi pedoman mereka. Disuatu saat nanti 4 sekawan akan menjadi tokoh besar. Menjadi pahlawan kehidupan, karna keluar malam yang mereka pikirkan hanya kesuksesan masa depan walaupun kesesatan terkadang menyelinap dibenak mereka.
Merencanakan konsep kehidupan. Mereka membuat pola kemana kah arah yang akan dituju, pokok jangan sampai terjatuh. Walaupun harus terjatuh mereka harus berdiri lagi, demi cita cita yang mereka raih.