Beratnya ringan, seperti tak ada beban. Dia tak bertulang, tapi dia bisa menusuk sukma dalam-dalam. Ya, namanya lisan. Sangat berbahaya jika tak dikendalikan. Bisa menambah dosa bila tanpa kekangan, bisa juga mengguncang dunia jika kelewatan. Dan, bisa pula menggores diri sendiri hingga terjadi penyesalan.
“Saya ceraikan kamu!” Satu kalimat yang meskipun tanpa niat, tak memandang emosi, tak perlu permisi, maka jatuhlah hukum talak. Sungguh, betapa kuatnya lisan. “Saya berjanji kepadamu.” Satu kalimat pula, jika terjadi alpa maka sebuah hutang kepadanya. Sungguh, betapa kuatnya lisan.
Di zaman modern ini, lisan bisa menjelma apa saja yang dimuat media sosial. Misalnya chattingan, status whatsApp, facebook, instagram, dan lain sebagainya. Seandainya, perkataan yang dibuat tersebut menyinggung perasaan orang yang membacanya, maka sama saja telah membuat dosa.
Lisan bisa jadi dosa, lisan juga bisa doa. Dalam keadaan murka, baiknya tidak mengatakan suatu hal yang dituntut emosi yang membakar jiwa. Cukuplah mereda, biarkan hati sentosa. Dalam keadaan bercanda, janganlah terlalu terlena. Boleh bercanda tapi jangan lupa dijaga lisannya.
“Mulutmu harimaumu.” Ini seperti kecaman, bahwa lisanmu sangat tajam. Mungkin saja tak bernyawa, wujudnya seperti angin tak kasat mata. Tapi sepertinya ia mempunyai cakar yang bisa menikam siapa saja.
“Berpikir sebelum berbicara.” Pikirlah dahulu, agar si otak tak menganggur sia-sia. Pikirlah dahulu, agar tak menusuk banyak nyawa. Dan pikirlah dahulu, supaya diri tak menyesal nantinya.
Imam Al ghazali telah memaparkan bahaya lisan yang tak terjaga di dalam kitabnya (Ihya Ulumuddin). Disebutkan terdapat 14 bahaya. Pertama, perkataan yang tidak bermanfaat yang bisa membuat hati kasar. Kedua, mereka yang banyak omong, dan banyak bohong. Ketiga, omong kosong.
Keempat, menyebabkan pertengkaran dan dendam kesumat. Kelima, banyak bicara. Keenam, mereka yang berbohong dengan mengaku sebagai pakar suatu bidang. Ketujuh, ucapan yang mengandung hujatan dan cacian.
Kedelapan, ucapan yang mengutuk seseorang atau satu golongan. Kesembilan, ungkapan syair atau nyanyian porno yang membangkitkan nafsu kebinatangan seseorang. Kesepuluh, senda gurau dengan memperolok-olok orang lain.
Kesebelas, mengejek orang lain. Kedua belas, mereka yang membuka rahasia orang lain. Ketiga belas, berjanji palsu. Keempat belas, bersumpah palsu.
Jikalau kata mengandung tipu, pasti ada yang tertipu. Tentunya, pelaku adalah penipu. Seperti hal nya berita hoax. Maraknya berita hoax ini sulit dibendung. Mengingat bahwa medsos adalah media yang berdayung. Alirannya deras, bisa diakses bebas.
Tapi siapa sangka, keuntungan yang didapat oleh pelaku tidak main-main, mereka mendapat antara 600-700 juta per tahun. Sungguh, dosa seperti apa lagi yang kau cari.
“Lebih baik diam dan menghapus dendam.” Biarkan mata memejam, tariklah nafas dalam-dalam. Ini sepertinya memang sedikit geram. Tapi, ini juga ujian kesabaran. Jangan biarkan jiwamu dihujam karena dendam.
“Hati-hati dengan lisan.” Sebuah pengingat hangat yang harus selalu diingat. Seringkali kita tergelincir akan perkataan yang benawat. Ada juga yang menggunakannya untuk berdebat yang tidak tepat. Alangkah baiknya jika digunakan untuk menutur kata yang bermanfaat, kata yang bersih dan cermat, yang terpenting yaitu selalu dipakai untuk bertobat.
Di samping kiri dan kanan manusia selalu diapit dan diawasi, mereka selalu bersaksi. Masalah lisan merupakan catatan harian yang bisa bertambah di setiap menitan. Setiap tuturan yang baik, begitu pula yang buruk akan menjadi poin-poin tersendiri di setiap lembaran harian. Sungguh, perkataan sia-sia tak ada gunanya.
Sebagaimana dalam Firman Allah SWT yang memperingatkan bahwa terdapat malaikat yang mencatat setiap ucapan manusia, yang baik maupun buruk, yang artinya :
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50]: 18)
Tutur kata yang baik merupakan perkataan yang tepat, sesuai tempat, dan bermanfaat. Tidak sekali-kali mengatakan sesuatu yang kita sendiri pun tidak meyakininya. Berbicara sesuai tempat maksudnya yaitu berbicara dengan melihat siapa lawan yang diajak interaksi.
Berbicara yang secukupnya, tidak panjang lebar seperti prosa. Jika semua itu tidak terpenuhi, maka lebih baik diam saja. Jangan sampai ada gosip tanpa arah, apalagi sampai fitnah.
Berbicara yang memang benar-benar dikuasai. Karena menurut Rasulullah SAW, kerusakan ilmu disebabkan oleh banyaknya perkataan batil. Mereka adalah orang yang ahli bicara namun tidak menguasai ilmu yang sebenarnya.
Beberapa akibat jika tidak menjaga lisan diantaranya : menunjukkan keimanan yang kurang atau tidak sempurna, bisa menyebabkan pertumpahan darah. Misalnya, dengan menjadi provokator yang mengadu domba antara dua belah pihak yang sehingga diantara keduanya ada yang saling menyerang bahkan terjadi pembunuhan.
Terjadinya permusuhan juga berawal dari lisan. Yang berawal dari perkataan-perkataan yang melukai perasaan orang lain, disinilah rasa benci mulai tumbuh.