Ketika tubuh masih menelusuri jalanan rentang yang menjemukan, haluan angin pun telah terpenggal dari arah berlawanan

Barisan manusia berjejal-jejal diri, seolah-olah mereka adalah kumpulan patung yang tergolek dan menampilkan sebuah nelangsa

Di situlah mereka hendak mengutarakan ke selatan, menyimbah pikiran, mengeluarkan segenap kalbu, menilik bahasa yang selama ini hilang bersahut—hingga kata-kata terpendam bertalu-talu demi membebaskan pilu di masa lalu

Karena, mereka ingin berjuang meniti kontemplasi, lalu bersiar-siar menaruh inspirasi. 

Keberangkatan

Maaf, tanggal sudah memanggilku kembali
enam bulan aku di sini,
berantakan dan tak menemui

Bincang semalam jadi akhir meditasi
tak ada kata, suara, dan wajahku kembali

Sebagai hari; temu kita jauhkan jumpa
sedang, orang-orang lebih senang memperkosa tulisan ketimbang warna pena

Kau tak akan menemuiku kembali
karena aku dan kehilangan telah lepas dan melandas bersama

Hari telah berbeda
aku meracau, hidup terlampau sinau.

Menjadi Manusia, 2022.

Eksistensi

Di tempat yang kita singgah, kita perlu membual dari semua lelah hidup yang lesu dan berantakan

Jika hidup menjadi kekalahan, kita tetaplah orang yang ribuan kali diundang pada kesendirian

Jika hidup menjadi kekalahan, pastikanlah waktu bagi perenungan sebagai orang-orang yang bersandar mengejar pundak peredaan

Biar dulu tetap terjaga,
Biar ditelan amuk perasa

Walau seribu hujan mata pisau menusuk, merobek, manampar wajah..

Walau ribuan suara parau rusak menanggalkan nista

Kita akan tetap ada dan menjadi nyawa!

Rona

Mentari terik dalam warna keemasan, tatkala suhu memanas di bawah sana yang berselindung siur jalanan

Tetapi tidak ubahnya di sini, sejuk dalam permadani bunga-bunga dengan pelbagai rentetan taman yang mengguyurkan cambang dan berkali-kali terpejam menghela nafas

Kota dan segala kepentingan—akan luruh dalam pengisbatan ketenangan. Karena, di saat yang bersamaan, beban hidup akan lepas oleh sekeliling pemandangan

Oleh sebab rona-Mu lah kami mengikuti cahaya muka ini.  Lalu menerpa wajah-wajah manusia dengan pembawaan hati yang gembira

Oleh sebab aura-Mu lah kami memancarkan kebajikan-kebajikan. Sehingga manusia-manusia hari ini tidak dapat berkegiatan di bawah subversinya

Yang nantinya kita akan tahu, berikhtiar kah kita dalam memaknai kehidupan? 

Pertengahan Musim Meminum Laut

Aku ingin meminum laut; tetapi laut berlari tergesa-gesa, tetapi aku menahan haus karena negara menyiapkan jeruk panas. Aku kehausan lagi, dan haus kembali. Menyimpan air di dalam negara—tidak lagi menemu 

Kekeringanku terbentang di laut. Tetapi aku bermimpi; aku minum laut sampai ke Burkina Faso.

Perirana Kosong

Bahasa sunyi di semua arah—bergumam; ke garis bibir membeku

Sudut-sudut manusia melendung
Seperti bangkai ambulans; memaknai keranda besi 

Seharusnya kami tergeletak di tanah ini Berkarat, tersekat, sekarat kegamangan
Seharusnya kami berdiam di semak belukar kini; merabak tangis; jauhi kawanan, dekati peraduan

Sebab sepanjang lorong penghabisan
adalah beranda akhirat. Dan nasib kami tak lagi berlalu-lalang karena melawa sakit

Hentakan kaki pun perlahan mengudara, terbawa lamunan sendu..

Borneo

Kini derita,
sehitam legenda
insan pendatang bangsa
datang dari peta ketamakan

Kini,
tinggallah sekian
berpulanglah orang utan..

Terus lahap! tanpa sisa
lebur-tembus! hunus!
enggan kubur! lebur! 

Terimalah dendam ini, anak-anakku
leluhur meronta-ronta
kemajuan lahan tambang,
melunjak saja!

Tulislah sajak ini
sebelum binatang mati
tulislah satu puisi
sebelum tamat kehidupan ini

Saudagar-saudagar
di mana pun kau mengerabik
ingatlah hari ini!
tempel kelapa sawit di mana saja,
asal jangan di karangan sajak

Karena di situ, aku siap menanam api!

Realitas Baru Bernama Sibernetika

Wajah-wajah baru itu seperti menggasak realitas baru bernama sibernetika. Kini ia menyisakan langit dari dempulan asap bertenaga mesin

Aku pun belum mengerti wujud Tuhan yang disembah oleh robot-robot masa depan

Namun, jika kemudian hutan-hutan itu tidak lagi berdiri kokoh di depanmu. Maka sudah ia musnahkan juru kunci yang kehilangan kuncinya.

Menampung Sendu

Kau ingin merentikan hujan
Namun kecipak air tiada henti berjatuhan
Hasrat yang engkau tunggu tidak berlalu
Ketika alam sedang bekerja dan tak kunjung reda

Tak perlu terburu-buru menghadap tujuan
Sekejap saja kita perlu berhenti untuk meneduh badan
Tak perlu luruh ketika awan mulai membiru
Sesekali pun manusia perlu menampung sendu;

Di rintik-rintiknya ia mengalir ke relung langit,
Di rintik-rintiknya ia menggenang di bawah kaki

Tak perlu gusah dengan degam-guruh di kepala, ada pelangi yang selalu mengabari semua impian.

Mengikhtisarkan Kehidupan

Kali hidup berpapas kematian
kali rasa bersua kebenaran
kali kuasa meruak kesaktian
rasa hilang sudah peri kemanusiaan;

Parsial hidup berlaga hala
linier kehidupan membelit segala arah
konstruksi jiwa datang mengacah, kita pun remuk bertaklid buta

Maka, oh sang hampa..
sekiranya datanglah transparansi-transparansi, datanglah yang nyata, datanglah dengan segala kekohesifan

Kembalilah yang mengisi sunyi
bangunlah yang berbunyi-bunyi
karena aku tak bisa mendominasi sendiri —tanpa bukti dan ugahari.