Lamat-lamat dirimu melangkah, dan kata-kata itu membekas lagi menyekap bisu

Aku gagal kembali, hari ini. Dari waktu dan tubuh yang tidak pernah berjalan; tentang percakapan-percakapan malam, tentang pengingat-pengingat kenangan—ketika dulu masih berpaut, beriringan 

Adakah perayaan untuk membakar semua
kenangan? adakah cerita masih berlanjut di penghujung-penghabisan?

Jika saja waktu itu aku tidak bertemu denganmu, hari ini mungkin takkan ada trauma dengan sapaan

Jika saja seluruh luapan dapat menangkis menampas sebuah amarah, tidak mungkin aku menghapus seluruhmu—seutuhnya.

Menjadi Manusia, 2022.

Introjeksi Tentangmu II

Kutampung semua kesedihanku di sini, tumpah ruah semua terbuang kembali 

Kelak, luapan itu menjadi aliran muara di benakku. Lalu, berharap ketenangan di dasar hatiku 

/

Bernafsi-nafsi gelak-resahku, atau daun tua yang berguguran dari ranting berpatah tawa; sungguh, mimpi-mimpi seperti malam yang membuatku epilepsi

/

Bangun aku; lalu terjatuh di hadapan sendiri, tersungkur. Dari peristiwa lampau dan goresan parau, dari gugusan racau dan pikiran kacau

/

Tentang ayunan itu? waktu itu kau duduk, sedang aku mendorongmu lebih jauh. Jauh; ke pangkuan seseorang yang akan melamarmu

Tentang lagu itu? waktu itu kau kembali bernyanyi, sedang hari ini kau sedang menimang bayi 

Kau masih ingat? biarlah, lepaslah—kenangan itu. Hingga kau basuh semuanya, segalanya.  

Selamanya; aku bukanlah tempat pulang.

Mendoakan Kau yang Pasti

Di kediaman yang damai, ketika kita sudah tak saling menyilang pandang. Spionase dirimu menyimpan rona lembut nan syahdu. Bagai celak di sekelap mata—mengucur deras; melewati garis kening dan derai-helai rambut

Sebuah catatan tentangmu, telah kumasukkan ke diri kau yang lain, telah kutitipkan ia seseorang yang pasti. Agar rasa cemas di pelupuk hati, jauh menepis di bahu-pundakmu 

Jangan kau libat aku lagi; (batin ini) jangan..
Aku ini sudah orang buangan ditelan saksi
Jangan kau libat kita lagi; (pertemuan ini) jangan..
Aku ini sudah lewat habis dikubur zaman.

Sebuah Pertanyaan Besar

Sebuah pertanyaan besar di dalam kepalaku; belum terjawab—dan tidak akan pernah terjawab

Terlalu sulit untuk dijelaskan patah batu hatinya.

Bulan Terik di Siang Hari

Ketika diri ini lelah menatap laksana bintang, awan-awan menggigil; membuka dirimu selebar-lebarnya 

Matahari harus melerakkan dirinya demi kebahagiaan

Karena warna pucat telah menyelubungi sekeliling langit, engkau adalah deskripsi kesedihan walau cerah mengitari

Matahari harus menggandeng dirimu berperan sebagai keseimbangan, untuk dirimu yang tak puas menampakkan kebisuannya malam.

Merekam Tentangmu

Sebentar lagi kau mulai merekam,
Merekam apa saja yang ingin kau tumpaskan
lukisan, tulisan, nyanyian menjadi satu dalam senyuman

Tapi aku benci ketika kau merekam kenangan
membentuk ia sejernih-jernihnya;
kau hapus, kau ulang lagi, kau gerus, kau daur kembali, kau padukan sepenuhnya dalam kesempurnaan untuk menjadi kita di kemudian hari

Tapi kata kita tak akan selesai dalam satu babak. Pernah ada waktu; kau mencium bibirku di tubuh lain, seperti ada sosok lain yang menarikmu. Mendorongku dalam pelukanmu; atau itukah barang sebuah kepalsuan? Cinta palsu yang menggaruk sampai keragu-raguan?

Pernah ada waktu; aku mengetahui semua kepalsuan, lalu membunuhnya menjadi bukti.
Pernah ada waktu; kita tidak lagi memiliki waktu di balik rekam-rekam kenikmatan.

Malam Mapaccing

Kita sucikan kelam ini dengan niat kebaikan
Kita hapuskan hal-hal buruk dalam kebatinan; jiwa dan tubuh mengalun doa—beriringan antara asa dan syukur kebajikan

Jari-jari memancar
mengilau, seperti lombok merah

Kau! emas juita nun jauh di sana
Aku akan pergi mendapatkan dirimu..
Kukenakan sarung lipa' dan songko pamiring
yang dianyam dengan benang-benang kemakmuran

Ya kasih, ya rahim..
Di antara lilin-lilin, beras kering, dan daun pisang 

Ya kasih, ya rahim..
Di antara daun nangka, gula merah, dan kelapa

Ya kasih, ya rahim..
Di antara bantal-bantal dan sarung kehormatan; mabbarasanji telah terpatri di pelaminan kita.

Bersitabik

Di depanku putih; seperti ajnas yang melingkar di wajah berseri-seri

Sebagai pelindung dan pembimbing, aku tumpaskan langgaran-langgaran duniawi

Aku berdiri di antara tiang, merangkak ke atas kepribadian

Aku bagaikan pemilih; menimbang segenap perlakuan—puncak keimanan atau kebobrokan?
tetapi aku memilih keduanya, mengokohkan garda saksi bila mara bahaya datang secara tiba-tiba

"Ketika aku mendengar nasihatmu, kau ibarat petunjuk. Dan jika petunjuk adalah guru, maka kubiarkan satu dorongan menuju kebenaran"

"Ketika aku melihat bahasa ibu, kau seperti kumpulan para bidadari. Bidadari yang menerangi surgaloka lewat tutur laku bahagia" 

"Jika memang benar-benar kebahagiaan dan doa yang terusap lewat bibirmu itu. Maka, akan kusebarluaskan seratus kemaslahatan dan kuberi mereka-mereka yang tersesat seribu satu kebajikan"

Wahai ibuku, dari kemerosotan cahaya yang dulu aku tak punya, kau seakan-akan mendorongku ke cahaya yang lebih dari kesucian; putih lebih dari serat kapas, putih lebih dari ajnas yang kau miliki di sorotan wajahmu.

Guratan Angan

Pertanda apa saat kau mengulur tangan?
apakah kesepian sedang mengusik?

wujud hitam bernama penyesalan; tertanam

bilamana dirimu mengambung
pada siapa kau mengurai lamunan?

kau tak pernah berjibaku—dengan hatimu sendiri
kau tak pernah berjibaku—dengan pikiranmu sendiri.

Orang Asing

Siapakah masa lalu?
bertukas-tukas ia dikisahkan
memanguk dan melihat
pernah bersama tapi tak teringat?

Siapakah masa lalu?
apa kau mengenalku?