Benih cinta, pelan namun pasti terajut menjadi saling sayang…


Hasrat Alami

Manusia terlahirkan melalui proses biologis yang didahului oleh suatu hasrat antar dua manusia yang berbeda jenis kelamin, yakni wanita dan pria.

Berawal dari suatu ketertarikan saat usia menjelang dewasa berkisar antara 17-an hingga 19-an, saling jatuh hati setelah melalui perkenalan yang menuai romantika, lalu menjadi sekumpulan benih cinta dari dua insan, pria dan wanita, untuk kelak berpasangan.

Benih cinta, pelan namun pasti terajut menjadi saling sayang, lebih ke penghargaan isi hati pun perasaan dibanding kelebihan pun kekurangan fisik antara kedua pasangan yang tengah di mabuk asmara.

Keduanya pun sepakat menjalankan biduk untuk mengarungi bahtera kehidupan bersama, sehidup seperjuangan dalam ikatan mahligai perkawinan, membentuk keluarga.

Dalam keseharian, tanpa dibebani rasa bersalah terhadap norma agama pun masyarakat, keduanya menjadi bebas saling meluapkan hasrat, mengungkap rasa cinta antara keduanya, dalam ruang tertutup pun agak terbuka, dalam hiasan cahaya terang pun temaram, menebar benih-benih biologis sebagai calon manusia keturunan mereka kelak kemudian hari.

Puncak aksi bercinta keduanya diakhiri dengan semburatan cairan semen berisikan jutaan sel sperma dari sang pria, yang lalu saling berlomba berenang-renang menuju satu sel telur yang menunggu dengan tenang, rela untuk dibuahi oleh hanya satu sel sperma saja, dalam liang peranakan sang wanita.

Tak hanya gerakan dinamis sel mikroskopik, dinamika makro kasat mata berupa gerakan fisik kedua pasangan pun telah digariskan agar proses pembuahan dalam aktivitas bercinta pun nantinya bakal mantap menjadikan sel sperma sukses menerobos banyak halangan untuk bertemu sel telur.

Diantaranya adalah gerakan tulang pinggul pun panggul milik sang pria yang semakin menekan tubuh sang wanita, pada detik-detik saat cairan semen menyemburat tak terkendalikan.

Tiada jutaan kata yang tepat sebagai ungkapan dalam hati kedua pasangan usai bercinta, yang mengalami sensasi nikmat luar biasa tiada tara bagi jasmani pun rohani, yang bakal membuat mereka tiada bosan melakukannya lagi suatu saat nanti, lagi, lagi dan lagi.

Dalam aksi mikroskopik, sel sperma dan sel telur yang hingga saat ini belum diteliti bagaimana perasaan keduanya saat melakukan pembuahan apakah seheboh pasangan manusia saat bercinta yang menerapkan gaya ini dan itu, pelan namun pasti juga mengalami perubahan yang luar biasa menakjubkan.



…telah bersabar dan telaten menyediakan rahim sebagai tempat yang aman dan nyaman.


Siklus Reproduksi

Dari dua sel yang berbeda isian zarah di dalamnya pun wujudnya di mana sperma mirip seutas kecambah dan sel telur mirip telur ceplok masak api sedang, keduanya lalu menyatu menjadi zigot, kemudian lambat laun menjadi embrio.

Embrio ini pun berproses logaritmik dari hanya segumpal daging tanpa bentuk beraturan, perlahan terlengkapkan indera dan organ-organ tubuh lainnya yang nanti bakal berfungsi baginya, sebagai manusia yang berperilaku di bumi.

Saat embrio telah berwujud jabang bayi dengan organ tubuh dan indera serupa manusia, sekira usianya 3 bulanan dalam rahim sang ibunya, maka ruh beserta semua amalan selengkapnya mulai saat terlahirkan hingga akhir waktu baginya kelak, dianugerahkan kepadanya oleh Sang Pencipta.

Sejak itu, bahkan semenjak polah tingkah mengungkap hasrat cinta hendak diperagakan, maka baik sang pria dan wanita sebagai suami istri pun mulai berperilaku serta berdoa sebaik-baiknya, demi kebaikan sang bayi penerusnya yang bakal tumbuh di dalam rahim, pun kelak bertumbuh kembang.

Berkisar 9 bulan lebih 10 harian setelah pembuahan sel telur oleh sperma, sang bayi pun menyeruak menerobos liang peranakan sang ibunda, yang selama itu pula telah bersabar dan telaten menyediakan rahim sebagai tempat yang aman dan nyaman.

Terlahir sebagai bayi yang begitu polos, yang bersih dari dosa-dosa dan belum paham bagaimana alam kelak menetapkan apa-apa saja yang berkriteria dosa pun pahala.

Sel-sel tubuh sang jabang bayi mulai mengalami proses mitosis, membuat setiap kromosom dalam inti sel menggandakan diri secara identik dan setiap sel anakan pun menggandakan diri lagi dan lagi. Terus-menerus, sehingga tubuh sang bayi semakin membesar hingga optimal pun perbaikan sel-sel tubuhnya.

Sementara dalam sel-sel tubuh yang nantinya menjadi bagian reproduksi, akan mengalami proses meiosis, di mana kromosom dalam setiap inti sel, justru akan berkurang setengahnya.

Sekaligus, menjadi keunikan sel-sel genetis, yang saat terjadi proses reproduksi antara dua individu yang berbeda jenis kelamin terjadi, maka kromosom dalam inti sel suatu individu anakan, akan dipengaruhi oleh sifat genetik induknya.

Lalu individu anakan ini kelak melanjutkan proses mitosis dan meiosis, agar manusia yang berbeda jenis kelamin sanggup melakukan reproduksi lagi. Proses yang sama berulang lagi, terus menerus, dari waktu ke waktu, hingga manusia dengan keunikannya masing-masing pun berkembang biak dalam bumi.

Pada titik ini, maka bisa dipahami betapa proses reproduksi manusia agar mampu berkembang biak di dalam bumi, amat sangatlah jenius, sekaligus indah tiada pernah membosankan.



…menyadari bahwa bersaing dengan sesama adalah sebuah konsekuensi dalam berinteraksi…


Saling Bersaing

Perkembangan sang bayi ibaratnya dari kanvas putih polos menjadi sosok yang penuh warna lukisan, mulai memahami bahwa sejatinya dalam berinteraksi antar individu, tersemat di dalamnya adanya benih-benih persaingan.

Memasuki masa akhil baliknya dalam rentang usia 17-an hingga 19-an pula, setiap individu mulai mengumbar keingintahuannya, mengembara jiwa raganya demi menemukan jatidirinya, termasuk mencoba-coba sedapat mungkin menjadi lain dari sesamanya, bahkan memiliki cita-cita untuk mampu mengubah jalannya sejarah dunia.

Dalam perjalanannya, manusia yang sepenuhnya menyadari bahwa bersaing dengan sesama adalah sebuah konsekuensi dalam berinteraksi, lalu mulai memikirkan cara dan alat yang tepat untuk digunakan, apabila sebuah persaingan harus berakhir dengan perseteruan, bahkan saling serang.

Membela diri dengan menggunakan kelima indera dan anggota tubuh lainnya yang dianugerahkan sejak menjadi janin bernyawa, hingga membuat peralatan untuk melindungi dirinya atau untuk memulai menyerang, maupun balik menyerang.

Manusia mulai jaman purba telah membuat alat-alat pelindung dirinya, baik untuk keperluan berburu maupun ketika berjaga-jaga, apa bila ada persaingan antar keluarga. Semua peralatan yang dibuat, disesuaikan dengan bentuk anggota tubuh, agar nyaman dan aman saat digunakan.

Ribuan tahun kemudian, jaman pun berubah. Dari jaman batu ke perunggu, seiring semakin berbelitnya struktur otak manusia sebagai pertanda bahwa volumenya juga bertambah. Kepandaian manusia pun perlahan meningkat.

Bentuk peralatan jaman batu yang sederhana menjadi lebih efektif di jaman perunggu seperti busur dan anak panahnya, kampak, tombak, pedang, pisau, keris, celurit, golok dan sebagainya.

Selain efektif, ke semua peralatan itu jelas lebih mematikan. Terbukti kegunaannya dalam beberapa peperangan yang tercatat dalam sejarah, saat persaingan tak bisa lagi dimusyawarahkan, sebagai upaya mencegah peperangan.



…menjadi cikal bakal bubuk mesiu, yang digunakan hingga saat ini.


Bubuk Mesiu

Tercatat melalui penelitian arkeologi terhadap fosil tulang belulang manusia di daratan Afrika, bahwa sekira 10 ribuan tahun lampau manusia mengenal jalan perang, membunuh sesamanya dengan alasan tertentu.

Sejak itu pula, manusia juga terus mengembangkan segala upaya, agar bisa memenangkan persaingan pada jalan berperang. Termasuk pemilihan manusia unggulan, hingga pengembangan peralatan pendukung cara berperang.

Tak puas dengan strategi pun peralatan yang digunakan demi memenangkan peperangan, manusia mencoba untuk mengasah akalnya, guna mampu membuat perangkat perang yang bisa berdampak kematian lebih luas, meski alat perang itu dipicu dari kejauhan.

Syahdan, seribuan tahun lampau seorang tabib obat di Tiongkok, tak sengaja meramu Potasium Nitrat, Belerang dan Karbon arang, menjadi suatu campuran yang disebut ramuan kehidupan abadi.

Ramuan dari bahan-bahan kimiawi ini tak dinyana memiliki daya ledak yang meski rendah, namun menjadi cikal bakal bubuk mesiu, yang digunakan hingga saat ini.

Ratusan tahun berselang, ekspansi wilayah kerajaan Tiongkok dari dinasti ke dinasti, menebar hingga tepi Eropa. Karena pengaruh ekspansinya, ramuan kehidupan abadi yang semula tak lebih adalah bahan baku petasan dan kembang api ini, maka pada akhir abad ke-13 diinovasi oleh kimiawan Eropa menjadi bahan baku mesiu pelontar kanon logam untuk keperluan mendukung strategi berperang.

Eropa telah memulai inovasi perangkat perangnya dalam bentuk meriam yang efektif melontarkan kanon sekian ratus Kilogram, yang mampu membobol tembok beton dalam sekejap, kemudian Timur Tengah tak tinggal diam.



Bola peluru pun jauh lebih bertenaga menghentak…


Inovasi Senapan

Awal abad ke-14, dunia militer Timur Tengah memulai ide pembuatan senapan laras panjang dinamakan Kopak atau lebih dikenal dengan sebutan Arquebus.

Sebatang kayu sebagai penyangga logam bulat tempat peluru kanon akan terhentak sejauh puluhan meter ke depan, karena dorongan bakaran bubuk mesiu yang disulut oleh seuntai sumbu kain berapi. Tak begitu akurat, meski mematikan.

Kisaran abad ke-15, senapan laras panjang rancangan orang Timur Tengah jatuh ke tangan orang Spanyol, lalu diinovasi menjadi senapan lantak Musket pada abad ke-16.

Senapan jenis ini lebih bertenaga dengan jangkauan peluru lebih jauh dibanding jenis Kopak, karena volume bubuk mesiu yang lebih besar dengan cara menyulutnya bukan kain sumbu melainkan percikan kepingan batu api. Namun untuk urusan keakuratan, arah pelurunya masih menyasar kemana-mana, tidak fokus target.

Seabad kemudian, Inggris menginovasi senapan laras panjang sistem batu api terkunci (Flintlock) yang tak memerlukan cawan penampung bubuk mesiu di pemantiknya, melainkan bubuk mesiu dan bola peluru logam yang terbungkus kainnya dimasukkan berturutan melalui ujung depan laras menggunakan sodok besi, hingga menyentak bagian pemantik Flintlock.

Bola peluru pun jauh lebih bertenaga menghentak hampir menjangkau 200-an meter jauhnya, meski tak akurat.

Pada awal abad ke-19, atas temuan insinyur Skotlandia, teknologi senapan laras panjang beralih ke sistem wadah bubuk mesiu yang terkunci dekat pemantik apinya, tepat di atas pelatuk, yang lebih dikenal dengan sistem Caplock.

Sistem ini jauh lebih efisien dibanding Flintlock, karena penggunanya tak perlu bersusahpayah menyodok bubuk mesiu berikut buntalan bola logam ke dalam senapan melalui ujung depannya. Namun cukup mengisi peluru dalam wadah berbentuk mirip topi, Cap, yang berisikan serbuk mesiu, lalu ditembakkan ke arah sasaran.

Bentuk logam peluru pada senapan sistem caplock sudah tidak berbentuk bulat, melainkan lonjong dengan bagian agak melancip pada bagian ujung depan penyasar targetnya.

Pada senapan sistem Caplock, keefisienan penggunaan senapan mematikan tercapai, jangkauan lebih panjang dibanding sistem Flintlock, namun keefektifan menyasar target masih belum memuaskan.



Diilhami oleh inovasi Revolver…


Keakuratan Rifle

Baru 60-an tahun kemudian saat bergejolak perang sipil di Amerika, diinovasi sebuah senapan laras panjang dinamakan Springfield, dengan sistem laras berulir, rifle, pada bagian dalamnya, yang memungkinkan jangkauan peluru lebih akurat menyasar sasaran.

Keakuratan senapan ini juga didukung oleh bubuk mesiu berbahan Merkuri Fulmonat, yang membuat daya hentak terhadap peluru lebih bertenaga hingga jangkauan menyasar pun meningkat dua hingga tiga kali lipat, daripada jenis senapan sebelum-sebelumnya.

Tak hanya itu, posisi serdadu saat bertempur pun turut terinovasi, dari tadinya harus berdiri saat menyodok mesiu dan peluru, juga membidikkan senapan ke sasaran, maka hasil inovasi sistem Caplock dan Rifle, memungkinkan serdadu membidik sasaran sembari menekuk satu lututnya atau sambil berkuda, meski pengisian peluru harus satu persatu untuk setiap bidikan.

Sukses membuat senapan laras panjang menjadi lebih bertenaga dan akurat menyasar targetnya, 20-an tahun setelah Perang Sipil Amerika, inovasi senjata dilanjutkan dengan upaya mengisi peluru hingga berjumlah banyak dalam setiap senapan.

Diilhami oleh inovasi Revolver sebagai senjata genggam yang mampu menampung hingga enam peluru dalam wadah amunisinya, Peter Paul Von Mauser mengkreasi senapan laras panjang berulir, Rifle, sekaligus menginovasi bentuk amunisi yang terbagi menjadi logam runcing sebagai proyektil yang menyatu dengan tabung serbuk mesiunya.

Tak hanya itu, senapan bersistem kokang yang berjuluk Gewehr 1898 ini, mampu menampung hingga lima amunisi dalam wadah, magazin. Untuk pertama kali di dunia, senapan laras panjang yang paling efektif, efisien dan akurat ini, maka insinyur asal Jerman yang menginovasi.



…setelah tanggal 28 Juni 1914 seorang anak muda Serbia…


Perang Besar

Pada era ini, beberapa tahun menjelang abad ke-20, cara bertempur para serdadu menjadi lebih leluasa. Mereka bisa membidik sasaran sambil bertiarap. Menjadi lebih dinamis pula, karena kecepatan pengisian peluru siap picu hanya sekian detik setelah peluru pertamanya dilontarkan.

Ide liar adanya penembak runduk jarak jauh, Sniper, yang menyasar satu target untuk satu peluru, yang tadinya dianggap tabu karena perbuatan licik, menjadi termaklumi sejak itu.

Strategi berperang pun turut terinovasi sejak ditemukannya senapan rifle sistem kokang.

Belum lagi pengembangan perangkat perang lainnya, seperti senapan otomatik, granat tangan, bom kimia, tank, pesawat Albatross, kapal perang, U-Boat, yang semakin membuat awal abad ke-20, dunia diambang kengerian.

Sebuah perang modern skala global bisa terpicu kapan saja, seiring persaingan antar monarki di benua Eropa.

Adalah kerajaan Inggris, kekaisaran Jerman, kekaisaran Rusia dan kesultanan Turki adalah negara-negara monarki adikuasa yang berpengaruh di Eropa dan timur tengah saat itu.

Ibarat api dalam sekam, persaingan ketiga monarki Eropa itu mendadak membara tersiram bahan bakar, setelah tanggal 28 Juni 1914 seorang anak muda Serbia berusia 19-an, yang bertekad mengubah jalan sejarah dunia, dengan cara luar biasa, lain dari yang lain, yakni menembak mati putra mahkota kekaisaran Austria-Hongaria beserta istrinya dalam lawatannya di Sarajevo.

Senjata genggam yang digunakan untuk mengeksekusi kedua korbannya, yakni sebuah pistol jenis FN-Browning 1910 pun dikenal sebagai pistol yang memulai Perang Dunia Pertama. Karena, tepat sebulan setelah kejadian itu, wilayah Eropa tercerai-berai menjadi dua kumpulan kekuatan yang saling benci.

Kekuatan Sekutu terdiri dari Inggris, Prancis, Rusia, Italia yang lalu didukung Amerika Serikat melawan Kekuatan Blok Sentral yaitu Jerman, Austria-Hongaria, Bulgaria yang lalu didukung oleh Kesultanan Ottoman, Turki.



Sebuah proses panjang menuju pada sebuah perang besar yang berawal dari keindahan…


Perubahan Tatanan

Perlibatan negara-negara koloni dari setiap monarki Eropa dalam peperangan ini menyebabkan dampaknya meluas hingga Afrika dan Asia Pasifik.

Ironisnya, Inggris, Jerman dan Rusia yang setiap rajanya saling berkerabat, saling bersepupu satu sama lain, harus terpisah demi sebuah perang besar.

Hingga 11 Nopember 1918, setelah lebih dari empat tahun perang yang dijuluki sebagai perang yang mengakhiri segala perang ini berkobar seru di Eropa, gencatan senjata antara Blok Sentral dengan Sekutu pun tercapai, setelah mengorbankan lebih dari 19 juta nyawa baik militer pun sipil.

Sebuah harian di London mengabarkan bahwa Perang Besar, perang yang mengakhiri segala perang, telah usai. Foto sumber: theday.com

Sebuah proses panjang menuju pada sebuah perang besar yang berawal dari keindahan proses perkembangan manusia, kebahagiaan suatu interaksi kekerabatan, kemudian karena keadaan yang mengharuskan sebuah kekerabatan menjadi bersaing satu sama lain, hingga mendadak tersulut oleh ambisi seorang anak muda yang hendak mengubah jalan sejarah dunia.

Sementara itu, berakhirnya perang besar telah merubah tatanan sosial politik tak hanya di kawasan Eropa. Sistem monarki tak lagi mendominasi Eropa dengan runtuhnya Kekaisaran Jerman dan Kekaisaran Rusia, serta Kesultanan Utsmaniyah, Ottoman-Turki. 

Hanya kerajaan Inggris yang bertahan hingga kini.

Tak hanya Eropa yang dilanda perubahan tatatan sosial politik  dan upaya memulihkan ekonomi akibat perang besar. Namun juga bagi Asia dan Afrika, suatu kawasan yang sebagian besar masih menjadi wilayah koloni bangsa Eropa sejak ratusan tahun sebelumnya.

Termasuk, wilayah Hindia Belanda, yang mengambil hikmah atas menurunnya tingkat tata pemerintahan kerajaan Belanda yang terimbas oleh perang besar. Sehingga pada kisaran 10 tahun-an setelah Perang Dunia Pertama berakhir, sekumpulan anak muda Bumiputra kawasan Hindia Belanda bertekad mengumandangkan ikrar untuk bertanah air, berbangsa dan berbahasa yang satu, yakni; Indonesia.

Dalam catatan sejarah, setelah perang besar berakhir, sebenarnya Blok Sentral yang kalah jumlah dari Sekutu, justru memiliki jumlah korban yang relatif lebih sedikit. Menyadari fakta sejarah perang besar itu, terbayang bahwa kepiawaian berperang serdadu Blok Sentral adalah sangat menakutkan bagi setiap serdadu Sekutu.

Potret sepasukan tentara tengah beriringan lelah seusai berperang mempertahankan parit demi parit selama Perang Besar. Foto sumber: Australian War Memorial.

Bangsa Jerman yang karena terdesak oleh revolusi dalam negerinya, membuat para wakil rakyatnya harus memanggil seluruh kekuatan militer Jerman yang masih siap bertempur di garis depan, agar mundur dari palagan, lalu dengan terpaksa mengakui sebagai pihak yang kalah perang.

Kelak, 20-an tahun kemudian, seorang pemuda Jerman yang turut berjuang di garis depan, yang masih menyandang pangkat Kopral, memendam rasa dendam, tak terima bangsanya dipermalukan oleh persekongkolan kelompok tertentu yang berujung pada bangsa Jerman harus mengakui kekalahan dalam sebuah perang besar, Perang Dunia Pertama.

Pemuda itu, Adolf Hitler namanya. Naas, jalan sejarah berkehendak lain. Impiannya untuk menaikkan harkat ras Arya bangsa Jerman, justru membuat Jerman terpuruk dalam dua kali perang besar, Perang Dunia Pertama dan Perang Dunia Kedua.

Pada titik ini, hikmah sejarah yang dapat dipetik adalah bersabar menguatkan keteduhan hati lebih dari sekedar mengumbar ambisi, bisa membawa dunia bakal menemukan jalan sejarahnya, tanpa harus berperang.

Karena, peperangan hanya akan membelokkan perikemanusiaan menuju pada sisi yang lain. 

Sebuah sisi yang ironi nan kelam.

Selama Perang Besar berlangsung, burung Merpati sering kali digunakan sebagai pengirim pesan-pesan penting. Pasca perang pun tetap Merpati menyiratkan pesan terpenting yang bakal terkirim, yakni; Perdamaian. Foto sumber: Fine Art America.