Sering sekali para pemuka agama instan terlihat malas berpikir dan selalu saja mengutamakan pikiran hawa nafsunya saja. 

Para pemuka agama kita sering tampak menghalangi seseorang untuk bertindak bebas dengan mengancam dan memanipulasi seseorang dengan dalil harus berperilaku buruk. Tetapi faktanya, para pemuka agama di balik itu banyak mengambil peran untuk membiarkan seseorang terpenjara akalnya dan para pemuka agama bebas melakukan apa saja. 

Dengan mendapatkan gelar ulama, ustaz atau apa pun itu, seseorang bisa berprilaku apa saja di luar kapasitas manusia biasa. Para pemuka agama ini, kalau kita bongkar, ada banyak berperilaku buruk, bejat, bahkan bisa membuat kita tercengang dengan sikap aslinya.

Agama bisa membuat seseorang merasa aman karena seakan terselamatkan di akhirat dan dengan rasa nyaman itu membuat seseorang malas untuk belajar bahkan bercita-cita. 

Kini bisa kita saksikan dan wawancara adik-adik generasi milenial yang sering mempelajari agama bahwa motivasi mereka untuk belajar pengetahuan sudah tidak ada diakibatkan belajar agama tanpa dasar. 

Adik-adik kita tentunya generasi penerus bangsa telah kehilangan motivasi pengetahuan akibat candu pahala dan takut dosa yang terlalu menggebu.

Pertanyaannya adalah untuk apa kita menghabiskan waktu dengan bermalas-malasan dengan mempelajari agama yang sebenarnya sudah ada dan tugas kita sebagai manusia adalah menemukan pengetahuan baru, menciptakan suatu terobosan baru bagaimana agar peradaban negara kita makin maju dari negara lain. 

Inilah yang menjadi permasalahan saat ini, bahwa generasi kita didoktrin berlebih oleh agama sehingga defisit cita-cita kebangsaan.

Para pemuka agama harus sadar akan kekayaan negeri ini dan berupaya untuk memanfaatkannya dengan pengetahuan, bukan caci maki serta ujaran kebencian yang disebarkan terus menerus. Kan mubazir kiranya bila sumber kekayaan ini tidak dimanfaatkan, bisa-bisa pemuka agama dicap tidak mensyukuri nikmat Tuhan.

Tulisan ini ditujukan agar para pemuka agama bijak dan meredam segala hasutan kebencian serta hoaks yang tak kunjung hentinya di jagat maya media sosial. 

Bukannya bersikap untuk meneduhkan, malah banyak kita lihat para pemuka agama yang melenceng dari ajaran agama. Belajar agama keras, tapi belajar pengetahuan dangkal. Toleransi kosong intoleransi terus mewabah, kiranya ini sudah harus menjadi kesadaran bukan menjadi hal yang dibiarkan begitu saja.

Hukum harus bisa mencakup wilayah di mana agama disalahgunakan sebagai politik, kekacauaan yang disebabkan serakah akan kekuasaan bisa menjadi bencana peperangan di mana chaos itu berpangkal dari agama mayoritas. 

Agama mayoritas yang sebagaimana disanjung sebagai rahmat semesta alam adalah mampu menjadi pengarah dalam menciptakan peradaban yang cemerlang. Bagaimana agama itu harus mampu menciptakan pengetahuan karena ada banyak pengetahuan yang terlahir dari kitab suci dan hadisnya.

Seseorang ingin memiliki kekuasaan tapi malas mengejar ilmu itu sama saja dengan omong kosong. Kita tak ingin dicap para pemuka yang munafik di mana hanya mokondo kuat nafsu dan tidak sepadan dengan pengetahuan yang bisa dihasilkan. 

Ketika para sarjana berjuang dengan skripsi, dan para magister dengan tesis, dan para doktor berjuang menulis disertasi, maka para pemuka agama kita saksikan kini cukup dengan hanya satu dalil yang bisa mengancam lalu para pengikut ketakutan dan terpaksa mengikuti apa kata pemuka agamanya saja.

Mengapa banyak generasi milenial kita yang begitu berminat menjadi pemuka agama sementara ketimpangan yang tengah kita hadapi dalam beberapa tahun ke depan membutuhkan peran para sarjana yang bisa berpikir memberikan solusi untuk mencukupi agar pangan cukup dan rakyat kita tidak ada yang kelaparan. 

Ini adalah tantangan yang kita hadapi dan kita tidak memiliki waktu untuk berdoa terus menerus kepada Tuhan sementara kita tak mau bergerak mencari jalan keluar dari ketimpangan.

Teknologi kini mengalami kemajuan yang begitu cepat dan tugas kita bersama adalah agar manusia bisa tetap bertahan dan orang memiliki pekerjaan yang cukup dan tidak tersisihkan oleh canggihnya artificial intelligent. 

Bagaimanakah ini bisa teratasi? Tentu tidak hanya dengan bermalas-malasan sebab ktia butuh inspirasi yang tepat untuk generasi kini dan seterusnya. 

Lapar itu sangat menyakitkan dan manusia sesuci apapun takkan bisa terhindar dari dosa, orang bisa pada awalnya santun tetapi begitu mengenal nafsu bisa jadi bringas mengalahkan hewan. Pendidikan inilah yang seharusnya diajarkan kepada generasi kita agar tidak tertindas oleh ajaran agama semata.

Tidak ada yang tahu bagaimana kehidupan setelah kematian tapi bagaimana agar kita bisa bertahan di bumi dengan segala upaya yang bisa kita lakukan adalah menjadi tugas bersama. Orang tak harus memikirkan neraka itu seperti apa, dan surga seperti apa karena bagaimana seseorang untuk bersikap adil itulah yang paling utama ditegakkan.

Tidak hanya santun di depan tapi bejat di dalam karena agama tidak mengajarkan seperti dan agama semakin ia memiliki peran maka akan semakin banyak orang yang memanfaatkan agama sehingga menyalahgunakan agama hanya sebagai topeng meraih kekuasaan.