Di pertengahan tahun 2021 ini, aku telah menyelesaikan sidang skripsi dan lulus dari kampus tercinta, yaitu UIN Tulungagung. Artinya, aku telah resmi menjadi alumni dan tidak lagi menyandang status sebagai mahasiswa. Ada rasa bahagia sekaligus sedih karena melepas status kebanggaan tersebut.

Mengapa aku menyebutnya sebagai status kebanggaan? Karena menjadi mahasiswa adalah salah satu hal yang pernah menjadi impian besarku. Menjadi mahasiswa merupakan suatu posisi yang sangat ingin aku raih beberapa tahun lalu. Diperlukan proses yang panjang dan perjuangan yang berat bagiku untuk meraih impian tersebut. Sehingga, ketika posisi tersebut telah berhasil kuraih, aku memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik mungkin dan berusaha tidak menyia-nyiakannya.

Tidak seperti mahasiswa lain yang mungkin memiliki privilage, aku tidak seperti mereka yang dapat dengan mudah mendaftarkan diri ke kampus impian. Ada banyak rintangan yang harus kujalani seperti ditentang orang tua, tidak memiliki biaya, nilai yang pas-pasan dan lain-lain. Bahkan, aku sempat menunda keinginan untuk kuliah selama satu tahun dan menghabiskan masa-masa gap years tersebut untuk bekerja.

Beruntungnya, aku benar-benar memperoleh kelancaran untuk bisa melanjutkan kuliah di tahun 2017. Aku bisa kuliah di kampus yang cukup berkualitas di Jawa Timur. Jaraknya cukup dekat dengan rumahku, sehingga aku tidak perlu tinggal di kos dan menghabiskan lebih banyak biaya hidup.

Bukan hanya itu, aku bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan passion-ku. Sehingga aku menjalani masa-masa belajar dengan menyenangkan dan tanpa terpaksa. Bagiku, kuliah sesuai bidang yang disukai itu sangat penting. Ini bukan tentang jurusan keren, prospek kerja yang cemerlang, atau yang lainnya. Ini tentang bagaimana kita bisa menciptakan suasana yang nyaman dan kepuasan batin dalam menikmati proses belajar. Mungkin memilih jurusan yang sesuai passion juga bisa disebut dengan merdeka belajar. Kita bebas menentukan mata kuliah apa yang ingin dipilih dan kita juga bisa menikmati apa yang telah kita pilih.

Ikut Organisasi

Menjadi mahasiswa membuat diriku menjadi pribadi yang lebih berani. Saat pemilihan anggota pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), entah kenapa aku memberanikan diri untuk mengangkat tangan dan mencalonkan diri sebagai salah satu kandidat. Akhirnya aku terpilih, dan peristiwa pada hari itu merubah kehidupanku di hari-hari selanjutnya.

Aku yang semasa SMA menjadi “makhluk tidak terlihat” mendadak menjadi “makhluk yang terlihat” sewaktu kuliah. Namun, proses itu tidak seharusnya disebut “mendadak” karena aku telah melewati proses yang panjang dalam memantapkan diri menjadi manusia yang lebih berguna.

Mengemban suatu jabatan dalam organisasi membuat diriku lebih sadar dengan adanya tanggung jawab. Meskipun tugas-tugas yang didapat dari organisasi cenderung berat dan terkesan sulit untuk dilakukan, namun nyatanya aku tetap bisa menuntaskannya dengan baik dan tepat. Organisasi membuka jalan bagiku untuk menjadi manusia yang sadar akan suatu peran dan bagaimana seharusnya peran tersebut berjalan.

Mengikuti organisasi membuatku memiliki akses untuk mengenal lebih banyak orang. Aku lebih banyak mengenal kakak tingkat, mengenal adik tingkat, kawan-kawan dari lintas jurusan dan bahkan kawan-kawan dari kampus lain. Menjadi anak organisasi juga membuatku lebih sering berhubungan dengan dosen karena urusan perizinan, seminar, tanda tangan dan lain-lain. Maka tidak heran jika tidak sedikit dosen yang mengenalku (dan menyimpan nomer Whatsappku).

Bertemu dengan Orang-orang Hebat

Perguruan tinggi memang tempat yang sering menyediakan akses untuk mengikuti seminar, workshop dan berbagai acara kuliah umum lainnya. Tidak jarang, pembicara atau bintang tamu yang diundang berasal dari kalangan yang populer, sebut saja artis, pejabat, penulis, youtuber dan lain-lain.

Aku sendiri sebetulnya tidak punya cukup banyak pengalaman dalam hal seminar, apalagi yang tidak berkaitan dengan studi ilmuku. Alasannya, bisa jadi karena tidak ada teman, bisa juga karena jam di waktu seminar bentrok dengan jam di waktu kuliah. Akibatnya, banyak acara seminar yang harus aku relakan untuk tidak kuikuti.

Meskipun demikian, bukan berarti aku tidak pernah mengikuti seminar. Seminar terakhir yang aku ikuti di kampus, tepatnya pada saat semester enam yaitu bedah buku karya Muhidin M. Dahlan. Tentu saja pembicaranya adalah penulisnya sendiri, sehingga aku sangat antusias untuk mendaftarkan diri. Seminar tersebut adalah satu-satunya seminar yang paling melekat dalam ingatanku karena aku hadir di acara tersebut sendirian. Ya, aku datang sendirian karena aku benar-benar memiliki niat untuk bertemu dengan sosok yang akrab disebut Gusmuh itu. Perihal aku datang sendirian, itu karena aku tidak memiliki sahabat yang benar-benar menggilai dunia sastra—dan aku tidak ingin memaksa mereka untuk menuruti keinginanku.

Berkawan dengan Orang dari Berbagai Latar Belakang

Kuliah merupakan kesempatan yang besar untuk memperluas relasi. Dari proses kuliah, aku bisa berkawan dengan orang-orang dari berbagai daerah. Mereka adalah orang-orang unik yang membawa ciri khas daerah asalnya masing-masing. Teman-teman sekelasku mungkin masih berasal dari daerah Jawa Timur-an. Meskipun demikian, ada beberapa aspek yang mungkin berbeda, baik dari segi kebiasaan, bahasa ibu, cara memandang kehidupan dan lain-lain.

Berbagai perbedaan tersebut justru membuka perspektifku bahwa hidup memang penuh keragaman—dan keragaman tidak sepatutnya dipersoalkan. Justru, aku bangga karena menimba ilmu di tengah-tengah heterogenitas yang begitu menghidupkan iklim kampus. Pastinya, kita patut berbangga karena memiliki teman yang berasal dari berbagai kota—yang membuktikan bahwa pergaulan kita luas dan bukan itu-itu saja.

Pergi ke Perpustakaan Sesering Mungkin

Adalah sebuah kebahagiaan tersendiri bagi mahasiswa pecinta literasi yang kampusnya menyediakan bahan bacaan melimpah di perpustakaan. Membaca sudah menjadi hobi atau mungkin kebiasaan bagiku, sehingga ketika menemukan perpustakaan dengan koleksi buku melimpah, maka aku memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik mungkin.

Aku ingat betul bagaimana dulu aku begitu rajin pergi ke perpustakaan setiap pagi dan setiap waktu luang yang aku miliki. Rak nomor 700 adalah rak yang selalu aku hampiri untuk memeriksa apakah ada koleksi baru yang bisa kubaca. Namun, kebiasaan ini tidak bertahan lama karena aku hanya rajin pergi ke perpustakaan untuk membaca buku pada semester satu sampai tiga. Setelah semester berikutnya, aku menjadi jarang ke perpustakaan dan hanya datang di saat membutuhkan referensi saja.

Mengenal Jati Diri yang Sebenarnya

Jika pada masa-masa sekolah aku masih dalam arahan orang tua, hidup bukan berdasarkan pikiranku sendiri, maka saat kuliah—aku memperoleh kesempatan untuk lebih mengetahui apa yang aku inginkan dan apa yang ingin kulakukan. Pertanyaan tentang siapa diriku sebenarnya, apa yang kusuka, apa yang tidak kusuka, apa tujuan hidupku, ingin menjadi seperti apa diriku di masa depan, bagaimana caraku untuk mencapai goals-ku adalah pertanyaan-pertanyaan yang kini dapat aku jawab tanpa harus berpikir keras.

Hal ini karena aku telah mengalami proses yang sedemikian rupa untuk mengenal jati diriku yang sebenarnya hingga mampu mengetahui potensi yang ada di dalamnya. Dengan mengenal diriku lebih dalam, maka aku bisa tahu bagaimana caranya mengembangkan bakatku untuk menebar manfaat kepada sesama.

Menemukan Bakat Terpendam

Sebelum menjadi mahasiswa, aku sudah memiliki hobi membaca dan menulis. Namun, saat itu aku belum menyadari bahwa hobiku tersebut dapat dikembangkan hingga bisa menjadi sebuah profesi. Memilih jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi Islam membuatku lebih akrab dengan buku dan perpustakaan.

Jurusan ini mengajarkan banyak hal tentang bagaimana mengelola koleksi perpustakaan dari mulai pengadaan, pengklasifikasian, pengindeksan, perawatan, sirkulasi, hingga pendistribusian koleksi bahan bacaan. Meskipun demikian, bagian paling berkesan bagiku dalam proses belajar di jurusan ini adalah di saat memperoleh tugas atau kesempatan untuk menulis.

Menulis membuatku lebih banyak belajar untuk mengasah kemampuan dan ketrampilan dalam merangkai kata yang berisi fakta, data dan opini pribadi. Menulis membuat kesadaranku terbuka akan suatu permasalahan yang terjadi dalam kehidupan nyata. Menulis membantuku untuk berkembang menjadi manusia pemikir yang tidak hanya menggunakan otak sebagai hiasan di kepala saja.

Pada dasarnya, masih banyak manfaat lain yang aku dapatkan karena memilih untuk kuliah sebagai proses menempa jati diri dalam hidupku. Dengan beragam manfaat tersebut, maka tidak salah jika aku memilih masa-masa kuliah sebagai masa-masa paling indah dan hebat dalam hidupku.