Setiap jurusan mahasiswa di Kampus, tentu semua ada baik dan buruknya. Begitupun dengan mahasiswa yang memiliki paradigma berbeda terkait dengan jurusan, hingga ada mahasiswa yang sangat fanatik dengan jurusannya dan menganggap enteng jurusan lain. Namun, kadang kala juga ada mahasiswa yang justru merasa terjebak dengan jurusannya, merasa bukan hobinya dan berkesimpulan untuk mengatakan bahwa ia salah jurusan.
Problem demikian tentu tidak asing di telinga kita sebagai seorang mahasiswa, sehingga wajar jika ada yang merasakan sisi enak dan tidak enak pada tiap jurusan. Sama halnya dengan jurusan lain, jurusan Matematika pun tak kalah seram dengan jurusan yang sebidang dengannya, taruhlah misalnya jurusan Fisika, Kimia, dan jurusan lain yang umum dianggap seram. Bahkan hingga hari ini, jurusan tersebut masih masuk daftar sebagai jurusan yang juga banyak dihindari mahasiswa.
Meski begitu, saya sendiri juga mahasiswa jurusan Matematika di Universitas Sulawesi Barat. Masalah enak dan tidak enaknya tentu saya alami, namun kali ini saya akan berbagai, tidak enaknya menjadi jurusan Matematika, bukan berarti benci dan ingin keluar dari jurusan Matematika, wkwkwk.
1. Sering dianggap cerdas
Mereka yang menyandang sebagai jurusan Matematika, tentu sering kali dianggap waow oleh jurusan yang lain. Anak Matematika akan dikira memiliki otak yang encer, kuat menghitung, rajin kerja soal, dan semua yang berbau hitung-hitungan pasti diklaim anak Matematika ahlinya.
Padahal, anak Matematika tidak semuanya juga pintar menghitung, apalagi sampai hafal rumus-rumus dan sangat kuat mengerjakan setiap soal. Sama kondisinya yang saya sebutkan tadi, banyak mahasiswa yang merasa salah jurusan dan tidak bisa mencintai dengan jurusan yang diembannya.
Begitulah yang saya rasakan, menjadi anak Matematika menjadi tanggungjawab moril yang mesti saya harus pikul, saya sebenarnya belum bisa mendalami ilmu Matematika sehingga menyebabkan saya banyak tidak tahu tentang ilmu Matematika. Namun, kenyataannya banyak teman-teman saya menganggap bahwa saya pintar Matematika, sehingga ada yang meminta tolong untuk mengerjakan soal Matematikanya, tentu kondisi demikian menjadi tidak enakan bagi saya sebagai anak Matematika.
2. Dituntut menyeimbangkan ilmu di kampus dan di organisasi
Bagi mahasiswa jurusan Matematika yang juga aktif di organisasi, utamanya organisasi kader dan pergerakan, maka sudah pasti akan dituntut menyiapkan ketahanan otak untuk mampu menyeimbangkan keilmuan di organisasi dan di kampus.
Taruhlah misalnya organisasi yang berbasis nasional, seperti GMNI, HMI, PMII, dan organisasi cipayung lainnya, biasanya jurusan Matematika sering kali mendominasi minoritas yang tergabung di organisasi semacam itu. Entah karena minimnya minat mahasiswa untuk bergabung atau karena jumlah mahasiswa yang sedikit. Tetapi yang jelas, hubungan antara jurusan Matematika dengan ilmu di organisasi itu sangat jauh, sehingga bagi anak Matematika yang juga aktif di organisasi mesti harus mampu menyeimbangkan di antara keduanya, beda halnya dengan jurusan ilmu sosial yang justru sangat erat kaitan keilmuan di organisasi dan di kampus, bahkan seakan tak bisa dipisahkan.
3. Dituntut untuk selalu rapi
Entah bagaimana kondisinya kalau di kampus lain, tetapi yang jelas di kampus saya selalu dituntut untuk bisa berpakaian rapi. Misalnya, mahasiswa jurusan Matematika di Kampus saya diwajibkan untuk berpakaian seragam hitam putih tiap hari Senin dan kamis tak ubahnya seperti anak SMA, dengan alasan sebagai upaya untuk mendidik mahasiswa bisa berpakaian rapi sejak di bangku kuliah.
Bukan hanya mengatur masalah pakaian, mahasiswa laki-laki juga tidak boleh berambut gondrong, padahal tidak ada sama sekali hubungannya pada moral mahasiswa dan kemampuan menangkap materi. Tetapi mahasiswa jurusan Matematika di Kampus saya sangat dilarang berambut gondrong bagi laki-laki, kalau tidak mengindahkan aturan itu tentu berdampak pada nilai yang bisa saja eror.
4. Paling minoritas peminatnya
Mungkin kondisinya sama dengan kampus lain, tetapi kalau di Kampus saya jurusan Matematika yang paling sedikit mahasiswanya di antara semua jurusan yang ada, jumlah mahasiswa yang masuk tiap tahunnya hanya berkisar antara 30-50 satu angkatan, sangat terlampau jauh dengan jurusan seperti, Teknik dan Ekonomi yang biasa sampai 300-500 mahasiswa.
5. Sering kali kalah saat ada lomba antar Fakultas
Mungkin karena jumlah mahasiswanya yang sedikit sehingga setiap ada lomba antar Fakultas, mahasiswa jurusan Matematika selalu kalah dalam lomba tersebut. Entah karena faktor apa, yang jelas faktanya memang begitu. Sehingga tentu itu dapat menjadi sebuah bahan ejekan bagi jurusan lain yang sering kali mengalami kekalahan.
6. Sering dicuekin di forum diskusi kenegaraan
Terkait dengan isu-isu kenegaraan, politik, keindonesiaan, dan isu sosial lainnya. Jurusan anak Matematika sering kali dicuekin, sebenarnya wajar karena memang itu bukan bidang keilmuannya, dan ada jurusan lain yang lebih tepat. Sehingga ketika ada forum-forum seminar, apalagi mahasiswa ingin melakukan aksi untuk menuntut kepada pihak Kampus, jurusan Matematika selalu menjadi pemain belakang yang sangat sulit untuk bisa tampil, meskipun perannya juga amat banyak.
Itulah beberapa tidak enaknya menjadi jurusan Matematika yang saya rasakan walau sifatnya subjektif, namun saya tetap bangga menjadi mahasiswa jurusan Matematika kok. Melalui jurusan Matematika, saya bisa kuliah hingga sekarang ini, walau amat berat tantangan yang harus saya tempuh.