Apa yang Anda lakukan terhadap kertas bekas atau koran yang berada di kantor atau rumah Anda? Dibuang? Dijual? Diarsipkan? Atau digunakan kembali? Tidak banyak orang yang peduli pada nasib kertas bekas di sekitarnya. Mungkin kita termasuk salah satunya.
Dunia kita telah banyak mengalami kerusakan. Isu lingkungan adalah salah satu problem yang cukup dilematis di kalangan pegiat lingkungan. Ada banyak tema lingkungan yang bisa diangkat. Kertas salah satunya.
Setiap hari tentu kita menggunakan kertas atau paling tidak aktivitas kita terhubung oleh medium kertas. Acap kali, tanpa kita sadari, perilaku boros kertas nyatanya turut membantu laju deforestasi.
Bayangkan, manusia akan menebang satu pohon yang berusia lima tahun untuk memproduksi 15 rim kertas ukuran A4. Setiap 7.000 eksemplar koran yang kita baca setiap hari itu pun dihasilkan dari 10-17 jiwa pohon hutan yang ditebang oleh manusia (p-wec.org).
Dalam satu hari saja, ada jutaan lembar kertas yang dipakai oleh instansi atau perorangan di dunia. Artinya, ada jutaan pohon juga yang ditebang untuk memenuhi kebutuhan akan produk satu ini.
Sebagaimana dilansir Kompas (2017), Dirjen Industri Agro Kemenperin, Panggah Susanto, mengungkapkan, kebutuhan kertas dunia saat ini sebesar 394 juta ton.
Tangan kecil kita tak mampu menghentikan roda industri yang ada ini. Tapi kita punya pilihan untuk mengambil sebuah sikap.
Local Campaign, Sebuah Alternatif
Seperti judul di atas, saya menawarkan local campaign 3R yang suitable untuk dimplementasikan.
3R adalah sistematika berpikir dan bersikap terhadap pengelolaan sampah atau barang nirguna yang seyogianya dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, di mana saja, dan minim biaya. 3R itu tidak sulit, yang dibutuhkan hanyalah sedikit waktu dan kepedulian kita.
Berikut disparitas reduce, recycle, dan reuse, di mana kertas adalah medium yang dapat mengatalisasikan dirinya dalam tiga sub-prinsip ekologi ini.
Pertama, reduce. Secara harfiah, reduce berarti pengurangan bahan atau penghematan. Maksudnya ialah mengurangi pemakaian bahan-bahan eksklusif sehingga mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Dalam pengertian yang lebih luas lagi, reduce dapat diartikan menjadi upaya untuk menurunkan frekuensi pembelian produk-produk yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Bisa juga dimaksudkan sebagai metode untuk mengurangi intensitas pemakaian barang-barang. Semisal, mengurangi penggunaan air, tisu, kertas, dan lain-lain.
Kedua, recycle, yakni mendaur ulang. Suatu barang didaur ulang sedemikian rupa sehingga menjadi produk yang lebih berdaya guna.
Sebagai tamsilan, kita dapat menggunakan sampah organik menjadi pupuk kompos, botol bekas menjadi kerajinan tangan, dan kertas bekas menjadi kertas layak pakai. Bahkan sudah banyak industri kreatif beromzet puluhan juta yang bahan bakunya berasal dari daur ulang kertas bekas.
Kertas adalah produk bio-degradable. Hasil penelitian Purdue Research Foundation and US Environmental Protection Agency (1996) mencatat bila 1 ton kertas bisa menyelamatkan 17 batang pohon.
Hal senada juga disebutkan bahwa Pemerintah Kanada mencatat dengan mendaur ulang 54 kg kertas, bisa menyelamatkan satu pohon. Ya, ini adalah salah satu alternatif di antara berbagai pilihan.
Ketiga, reuse yang artinya penggunaan kembali. Maksudnya ialah menggunakan kembali sampah yang masih dapat dimanfaatkan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lainnya.
Dengan kata lain, biasakanlah untuk menggunakan suatu benda secara berulang-ulang. Misalnya, lebih memilih membawa tas belanja daripada kresek. Juga, biasakan menggunakan kertas bekas.
Untuk dokumen yang bersifat draft atau tidak terlalu penting, cetaklah dua sisi. Ini akan menghemat kertas. Karena jika kita punya file berisi 100 halaman, maka dengan menggunakan kedua sisi, artinya kita telah menghemat 50% penggunaan kertas.
Atau, jangan terburu-buru membuang kertas berkas kita. Coba lihat, barangkali ada sisi kosong yang belum terpakai. Gunakan sisi kertas yang masih kosong itu untuk menulis draft atau catatan memo.
Kedua tips ini sudah saya dawam-kan dari 2016 silam. Sebagai upaya kecil untuk tidak melakukan pemborosan terhadap kertas di kantor atau keperluan lain.
Hemat saya, regulasi terhadap penggunaan kertas di instansi dan industri kreatif harusnya menjadi perhatian pemerintah, minimal menyosialisasikan budaya 3R ini. Moralitas untuk mengimplementasikan budaya 3R dalam penggunaan kertas dapat dikampanyekan di masyarakat.
Meski bukan untuk kertas semata, tapi kertas bisa menjadi gerakan awal agar setiap orang tidak semena-mena terhadap produk olahan manusia yang bahan bakunya dihasilkan oleh alam.
Menyelamatkan kertas sebagai wujud peradaban manusia yang tinggi tidak melulu manifestasinya saintifik dan teknologi. Moralitas untuk menggunakan kertas dengan bijaksana juga harus diambil oleh setiap orang.
Sebab, bijak dalam menggunakan kertas adalah bagian dari menyelamatkan masa depan kertas dan hutan kita dari tangan nakal perusahaan yang tidak bertanggung jawab.
Konklusinya, bukan hanya tentang menekan produktivitas kertas dengan alasan penyelamatan hutan, tapi bagaimana memfungsikan kembali manfaat kertas. Tentu, dengan pemakaian yang produktif dan efektif serta upaya untuk menggalakkan produksi kertas hasil daur ulang.
Jadi, kata siapa kertas bekas nirguna?